Program Cek Kesehatan Gratis, Dokter Paru Beri Saran Gunakan AI

Ilustrasi tuberkulosis. Freepik
FAKTA.COM, Jakarta - Dokter spesialis paru Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K) menyarankan agar Pemerintah menggunakan artificial intelligence (AI) untuk program cek kesehatan gratis atau skrining kesehatan.
Diketahui skrining kesehatan gratis merupakan salah satu program Kementerian Kesehatan di bawah Kabinet Merah Putih. Program ini didukung penuh oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) karena dinilai penting untuk penanganan tuberkulosis (TB).
"Misalnya saja sekarang ada artificial intelligence, tidak hanya bisa mendeteksi tuberkulosis tapi juga mendeteksi kanker paru," ujar dr. Tjandra dalam konferensi pers Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) via Zoom meeting, Selasa (22/10/2024).
Menurutnya, teknologi tersebut telah dilakukan di Kamboja untuk mendeteksi tuberkulosis, dan bukan tidak mungkin juga untuk kanker.
Ia menilai, upaya Pemerintah menjadikan cek kesehatan gratis merupakan upaya krusial dalam penanganan penyakit tuberkulosis. Terdapat lima saran dari PDPI untuk suksesnya pengendalian tuberkulosis.
Pertama, TB perlu menjadi salah satu prioritas nasional, yang artinya ada komitmen politik, anggaran, kebijakan (lintas sektor) dan governance (tata kelola).
Mengenai governance tersebut, saat ini menurut dr. Tjandra, pengendalian TB berada di tiga level di bawah menteri. Apabila menjadi program penting, PDPI mengusulkan tata kelola berada di tingkat yang lebih tinggi.
"Kalau jadi program penting kami mengusulkan governance ditingkatkan menjadi level yang lebih tinggi, mungkin langsung di bawah menteri kesehatan atau menteri koordinator atau di bawah presiden," tutur dr. Tjandra.
Kedua, untuk pengendalian TB harus ada deteksi yang baik dan pengobatan yang baik. Deteksi kasus penyakit TB dan kontaknya, orang yang di sekitar pasien atau contact tracing seperti pada masa Covid-19.
Kemudian deteksi TB laten, yaitu mereka yang sudah pernah tertular TB dan di dalam tubuhnya ada kuman TB yang dorman atau tidur.
"Kalau daya tahan tubuh menurun, kuman yang dorman ini akan bisa menjadi TB. Ini sebabnya TB tidak bisa hilang, karena TB laten ini," jelasnya.
Ketiga, penemuan kasus harus sejalan dengan pengobatannya. Pengobatan yang utama baik ke pasien TB yang sensitif dan resisten.
Pengobatan TB ada beberapa macam, seperti OAT (obat anti TB) untuk kasus sensitif, OAT untuk yang resisten (baik mono resisten, MDR, XDR atau TDR)
Keempat, berbagai penyakit dan masalah kesehatan yang mungkin berhubungan dengan TB perlu ditangani juga. Beberapa penyakit yang terkait yakni termasuk HIV/AIDS, diabetes Melitus, kebiasaan merokok dan lain-lain.
Kemudian yang terakhir, dukungan terhadap aspek "social determinant of health" yang berpengaruh pada TB, mulai dari asupan gizi, rumah sehat, stigma dan pekerjaan, kemudahan mendapat akses pelayanan kesehatan.
Untuk itu, PDPI juga mendukung program Makan Bergizi Gratis yang nantinya akan berdampak kepada kesehatan masyarakat.
"Dengan komitmen politik dan anggaran yang kuat, strukturnya juga ditingkatkan maka PDPI percaya Program pengentasan TB di pemerintahan baru akan makin sukses," ujarnya.