Fakta.com

Fakta APBN Dirancang Defisit, Bagaimana Rapornya Selama Ini?

Pengesahan RUU APBN jadi Undang-Undang. (Tangkapan layar Youtube @DPRRIOfficial)

Pengesahan RUU APBN jadi Undang-Undang. (Tangkapan layar Youtube @DPRRIOfficial)

Google News Image

FAKTA.COM, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada pekan ini akan menggelar konferensi pers terkait dengan kinerja APBN terbaru yang akan disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati.

Rencananya, agenda tersebut digelar Senin, 23 Oktober 2023. Namun, sumber Fakta.com di internal Kemenkeu menyebutkan bahwa kegiatan yang dimaksud ditunda sampai pemberitahuan selanjutnya.

Lantas bagaimana rapor APBN selama ini?

Mengutip siaran resmi kantor kebendaharaan negara, diketahui sampai dengan Agustus 2023, instrumen fiskal masih mencetak surplus Rp147,2 triliun. Angka ini terbentuk dari pendapatan negara yang lebih besar dengan Rp1.821,9 triliun berbanding belanja Rp1.674,7 triliun.

Hebatnya lagi, torehan surplus Agustus 2023 naik 36,5% dari Agustus 2022 yang kala itu surplus Rp107,9 triliun.

Apabila dipetakan secara tiga bulan, maka surplus kuartal I 2023 adalah sebesar Rp128,5 triliun dan kuartal II 2023 sebesar Rp152,3 triliun. Sementara untuk surplus kuartal III 2023 akan diumumkan dalam rilis terbaru.

Sebagai informasi, kondisi surplus APBN tidak akan berlangsung sampai dengan akhir tahun mengingat tiga faktor penting ini. Pertama, dalam beberapa tahun terakhir (khususnya selama pandemi), APBN baru mengalami defisit pada kuartal IV 2023 karena pemerintah mesti membayar subsidi dan kompensasi kepada BUMN.

Kedua, realisasi belanja negara (pusat dan daerah) melonjak tinggi jelang akhir tahun. Kondisi itu sudah menjadi pola historis demi mengejar target penyerapan anggaran.

Ketiga dan yang paling utama adalah APBN sedari awal memang dirancang untuk defisit. Artinya, sisi pendapatan negara lebih kecil dibandingkan dengan sisi belanja. Sementara sisanya, ditutupi lewat pembiayaan (utang).

Perihal postur APBN yang defisit sudah pernah disinggung oleh Menkeu Sri Mulyani. Kala itu dia menjelaskan jika defisit bertujuan untuk mengejar kebutuhan pembangunan, baik dari aspek sumber daya manusia (SDM) maupun infrastruktur fisik. Selain itu, mandatori penyediaan subsidi/kompensasi juga menjadi sumber lain tekanan anggaran.

“Kalau seandainya APBN mau di-balance-kan, itu bisa aja. Tetapi saya tidak akan membayar subsidi ke Pertamina dan PLN. Itu bisa membuat (defisit) APBN-nya langsung Rp0,” kata Menkeu beberapa waktu lalu.

Asal tahu saja, defisit APBN tahun lalu pertama kali terjadi pada Oktober 2022. Kala itu, fiskal tekor Rp169,5 triliun lantaran jumlah belanja yang lebih besar dengan Rp2.351,1 triliun berbanding pendapatan Rp2.181,6 triliun.

“Defisit terjadi di Oktober sebagai dampak dari semakin optimalnya APBN sebagai shock absorber dari tekanan global dan domestik,” ujar Sri Mulyani.

Lebih lanjut, jika di-breakdown, penerimaan APBN 2023 sudah hampir mencapai “kecepatan maksimal”. Indikasi itu bisa dilihat dari pendapatan negara yang telah menyentuh 74% dari target, sementara sisi belanja negara baru 54,7%. Jadi, menarik untuk melihat bagaimana akhirnya APBN bisa mencatatkan defisit pertama tahun ini.

kementerian keuangan
apbn
menteri keuangan sri mulyani
sri mulyani indrawati
ekonomi