FAKTA.COM, Jakarta - Dengan kondisi ekonomi yang semakin sulit, mayoritas Gen Z tidak yakin bisa memiliki rumah dalam tiga tahun ke depan. Fakta tersebut tertuang dalam Rilis Hasil Survei Inventure Market Outlook 2025, Selasa (22/10/2024).
Dari survei tersebut, Managing Partner Inventure Indonesia, Yuswohady mengungkapkan, dua dari tiga Gen Z pesimis bisa membeli rumah dalam tiga tahun ke depan. “Itulah yang saya sebut Gen Z ini generasi yang suram sebenarnya,” katanya.
Menurut Yuswohady, beberapa alasan yang bikin Gen Z pesimistis untuk beli rumah antara lain, harga rumah semakin tinggi (80%), pendapatan terlalu kecil (45%) dan pekerjaan yang tidak tetap (34%).
Di sisi lain, kalau pun Gen Z dapat membeli rumah pertama, skema yang paling realistis bagi Gen Z adalah cicilan dengan tenor yang cukup lama di atas 20 tahun.
Hal ini tercermin dari riset Inventure 2024, dimana preferensi tenor cicilan rumah dengan durasi 15-20 tahun (54%) dan 20-30 tahun (36%), berbanding terbalik dengan durasi di bawah 15 tahun yang memiliki angka yang rendah yaitu 10%.
Sebenarnya, persoalan sulitnya akses terhadap perumahan sudah menjadi perhatian para pemangku kebijakan, termasuk Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
Dalam hal ini, Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Hal ini utamanya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
“Angkanya dari 166.000 unit rumah naik menjadi 200.000,” katanya dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), Jumat (18/10/2024).
Tidak hanya bantuan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) saja, insentif pajak juga diberikan kepada kelas menengah melalui PPN DTP (Ditanggung Pemerintah).
“PPN untuk sektor perumahan yang tadinya (ditanggung) hanya 50% dari harga beli rumah, sekarang ditanggung pemerintahnya adalah 100% sampai dengan akhir 2024,” pungkasnya.
Hal yang sama diungkap oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo. Menurutnya, untuk kelas menengah ke atas permintaan akan rumah itu stagnan. Hal ini berimplikasi pada terjadinya oversupply perumahan.
“Bacaan kami dari studi sektoral dan korporasi, sektor properti sekarang itu bukan boom, tetapi oversupply. Sektor properti itu supply-nya kebanyakan dan demand-nya kurang, kecuali kalau di level paling bawah,” kata Perry
Dalam hal ini, Perry mengatakan itulah alasan untuk kelas paling bawah didorong penyediaan supply rumah, tetapi untuk menengah ke atas sebaliknya.
“Justru yang mau kita dorong demand-nya,” ujar Perry
Adapun, Perry mengatakan akan memberikan insentif likuiditas kepada perbankan yang menyalurkan kredit ke sektor properti.