Ternyata, Mencapai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Ada yang Sulit Dilakukan

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. (Dokumen World Bank)
FAKTA.COM, Jakarta - Untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi hingga 8%, ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi. Salah satunya diungkapkan eks Menteri PPN/Bappenas, Suharso Monoarfa.
Menurut Suharso, ada satu hal yang belum bisa dilaksanakan.
Sesaat setelah berakhirnya Serah Terima Jabatan, Kementerian PPN/Bappenas, Senin (21/10/2024), Suharso menuturkan bahwa sudah banyak komunikasi intens dilakukan dengan Menteri PPN/Bappenas Kabinet Merah Putih, Rachmat Pambudy.
Komunikasi tersebut, utamanya dilakukan sejak penyusunan gagasan Asta Cita, Prabowo Subianto.
“Beliau pada saat itu hadir di bawah pimpinan Pak Burhanuddin Abdullah. Jadi, kami sudah intens bertukar pikiran,” kata Suharso.
Dalam kesempatan itu, Suharso juga menyampaikan bahwa Bappenas saat di bawah kepemimpinannya sudah banyak berkomunikasi dengan tim Prabowo Subianto untuk menyusun rancangan pembangunan berdasarkan program yang digagas presiden terpilih itu.
“Tetapi kemudian, ada perubahan yang intinya itu khawatir tidak bisa dioperasionalkan,” ujar Suharso.
Menurut penuturannya, saat itu Bappenas banyak berdiskusi soal prasyarat untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi menuju 8%. Ia bilang, banyak yang perlu dilakukan, tetapi ada satu yang belum bisa dilaksanakan.
“Nah itulah, ini harus dilakukan, banyak hal ada list-nya, tetapi kemudian ternyata kita tidak bisa laksanakan, kita belum bisa lakukan,” kata Suharso menjelaskan.
Namun, ketika ditanyakan lebih lanjut soal hal apa yang belum bisa dilaksanakan, Suharso memilih tutup mulut karena merasa bukan kapasitasnya untuk menyampaikan itu.
“Waduh, enggak berani saya, nanti dimarahin,” katanya, berkelakar.
Prasyarat pertumbuhan ekonomi 8 persen
Sebelumnya, dalam keterangan tertulis yang diterima Fakta.com, Senin (21/10/2024), Pengamat Ekonomi, Masyita Crystallin mengungkap ada beberapa syarat agar Indonesia mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya. Pertama, ia bilang diperlukan stabilitas kebijakan ekonomi makro, moneter, dan fiskal.
“Momentum saat ini sangat mendukung, terutama dengan kepemimpinan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo yang dinilai berhasil menjaga stabilitas ekonomi selama pandemi,” ujar Masyita.
Kedua, di samping stabilitas, perlu ada pula kebijakan yang progresif di sektor industri dan aksi perubahan iklim. Menurutnya, hal tersebut karena dunia sedang bergerak ke arah aksi antisipasi perubahan iklim. Oleh sebab itu, setiap negara harus keluar dari sumber energi fosil.
“Kedepan, kita perlu strategi untuk menjamin transisi ke energi bersih dan menjadi yang terdepan di jenis energi baru terbarukan (EBT),” ujar Masyita.
Di samping itu, syarat ketiga adalah penciptaan sumber pertumbuhan baru di luar sektor manufaktur. Menurutnya, penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur sudah mulai tergerus karena tenaga kerja mulai digantikan teknologi.
“Sehingga penciptaan tenaga kerja berkualitas dan mendukung pendapatan kelas menengah tidak lagi dapat terpusat pada industri manufaktur saja,” jelasnya.
Adapun sumber pertumbuhan baru yang dimaksud Masyita misalnya EBT, pertanian berkelanjutan, kecerdasan buatan, teknologi ramah lingkungan, pariwisata berkelanjutan, dan sektor lain yang mendukung transisi energi.














