FAKTA.COM, Jakarta - Laju pertumbuhan penggunaan tenaga kerja di triwulan III-2024, tengah melambat. Hal tersebut tercermin dari Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia yang dirilis, Kamis (17/10/2024).
Perlambatan tersebut juga berkontribusi terhadap melemahnya aktivitas usaha di Indonesia.
Berdasarkan, laporan tersebut, pertumbuhan penggunaan tenaga kerja berada di angka 2,91%. Meski bertumbuh, lajunya jauh lebih lambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yakni 4,39%.
Penurunan penggunaan tenaga kerja tersebut diikuti dengan tren pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masih berlanjut hingga awal Oktober ini. Menurut rilis data Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah PHK yang tercatat sebesar 52.993 orang.
Penurunan pertumbuhan tenaga kerja tersebut juga sejalan dengan melemahnya aktivitas usaha. Hal tersebut tercermin dari menurunnya nilai Prompt Manufacturing Index - Bank Indonesia (PMI - BI) dari triwulan sebelumnya.
Adapun nilai PMI-BI pada triwulan III-2024 sebesar 51,54%. Meski masih berada dalam zona ekspansif, tetapi berada di bawah triwulan sebelumnya, yakni 51,97%. Penurunan nilai PMI-BI ini didorong atas terkontraksinya beberapa komponen pembentuk.
“Sementara itu, komponen Kecepatan Penerimaan Barang Pesanan Input dan Penggunaan Tenaga Kerja mencatatkan kontraksi,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso
Tak sejalan dengan peningkatan investasi
Perlambatan penggunaan tenaga kerja tersebut, tidak sejalan dengan meningkatnya laju investasi. Seperti diketahui, berdasarkan rilis dari Kementerian Investasi, realisasi investasi di triwulan III-2024 tahun ini meningkat 15,24% yoy. Adapun atas angka pertumbuhan tersebut, realisasi investasi tercatat di angka Rp431,48 triliun.
Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal mengungkap bahwa meski investasi meningkat, tetapi rasio penyerapan terhadap tenaga kerja kian menurun.
“Penciptaan lapangan pekerjaan dari investasi itu makin relatif berkurang rasionya, persentase (investasi), makin lama makin ke padat modal daripada padat karya,” kata Faisal kepada Fakta.com, baru-baru ini.
Sementara, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Juda Agung dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur, Rabu (16/10/2024) juga menyampaikan hal serupa. Menurutnya, saat ini penyaluran kredit masih didominasi oleh sektor-sektor padat modal.
Adapun rincian pertumbuhan penyaluran kredit secara sektoral per September 2024 adalah sebagai berikut,
“Jadi, driver pertumbuhan kredit hingga September itu lebih banyak yang sifatnya padat modal,” kata Juda.
Akses kredit semakin sulit
Dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) tersebut, terjadi peningkatan pada responden yang merasa kondisi keuangan dan akses kredit semakin buruk. Adapun sebanyak 5,64% responden merasa seperti itu. Meskipun persentasenya kecil, tetapi meningkat dari triwulan sebelumnya, yakni 4,93%.
Di samping itu, lapangan usaha yang menunggu penurunan suku bunga kredit harus memperpanjang penantiannya. Pasalnya, berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur BI kemarin, BI Rate dipertahankan di angka 6%, lending facility sebesar 6,75%, dan deposit facility sebesar 5,25%.
Apalagi, menurut Ekonom Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto, dibutuhkan waktu untuk transmisi kebijakan moneter dapat direspons, termasuk oleh sektor perbankan dalam penyaluran kredit.
“Kalau dari kredit mungkin lebih lama lagi, bisa sampai 3 - 6 bulan,” kata Rully ketika ditemui awak media, di Mirae Asset Media Day, Kamis (17/10/2024)