FAKTA.COM, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menerangkan ada perbaikan permintaan agregat, meski di tengah turbulensi ekonomi global. Salah satu tolok ukurnya adalah peningkatan tingkat inflasi inti.
Fakta tersebut diungkapnya dalam Konferensi Pers APBN Kita edisi Agustus, Selasa (13/8/2024). Meskipun peningkatannya relatif kecil, Sri Mulyani bilang inflasi inti merefleksikan permintaan agregat.
Seperti diketahui, per Juli 2024 inflasi inti meningkat dari 1,9% ke angka 2,0%. "Ada perbaikan dari sisi aggregate demand yang meningkatkan inflasi," kata Sri Mulyani.
Dia pun menambahkan, "Dari aggregate demand positif, konsumsi dan investasi membaik, ada harapan PMI tidak akan terlalu lama di bawah 50."
Asal tahu saja, Indonesia masih dihadapkan dengan persoalan melemahnya sektor manufaktur.
Hal itu terlihat dari Purchasing Manager Index (PMI) yang terus tertekan. Per Juli, angkanya sebesar 49,3 yang membuat kinerja manufaktur Indonesia berada dalam kategori kontraktif.
Pelemahan sektor manufaktur berdampak besar terhadap perekonomian. Pasalnya, sektor tersebut menyumbang 18,5% perekonomian nasional.
Pelemahan ini membuat tren pertumbuhan sektor manufaktur melambat. Pada kuartal II 2024, laju pertumbuhan sektor manufaktur berada di level 3,95% dari kuartal I sebesar 4,1% (year on year).
Atas pelemahan ini pun, angka pemutusan hubungan kerja (PHK) terus meningkat. Terbaru, dari awal tahun hingga juni, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatatkan angka PHK sebanyak 32.064 orang, atau naik 21,45% dari periode yang sama tahun lalu.
Meski demikian, dilihat dari kinerja investasi, catatan Indonesia termasuk cukup baik. Fakta tersebut dapat dilihat dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami perbaikan.
Pada kuartal II 2024, pertumbuhannya mencapai 4,43%, meningkat dari kuartal sebelumnya 3,79% (year on year).
Perbaikan permintaan agregat dan PMTB membuat pemerintah optimis terhadap kondisi perekonomian nasional.