Kontroversi Rangkap Jabatan Mayor Teddy: Dwifungsi ABRI hingga Wacana Revisi UU TNI

Teddy memberikan hormat kepada Presiden Prabowo Subianto saat pengumuman jajaran menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (20/10/2024). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/app/Spt/pri.
FAKTA.COM, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto resmi melantik Mayor Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet periode 2024-2029 di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (21/10/2024). Pelantikan Mayor Teddy didasari atas Surat Keputusan Presiden Nomor 143P/2024 tentang Pengangkatan Sekretaris Kabinet yang ditandatangani Prabowo per 20 Oktober 2024.
"Mengangkat Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet terhitung sejak saat pelantikan," kata Deputi Bid Administrasi Aparatur Kemensesneg saat membacakan Keppres tersebut di Istana Merdeka, Jakarta.
Pelantikan Teddy dilakukan bersamaan dengan 56 wakil menteri Kabinet Merah Putih sesuai dengan Keppres Nomor 73M/2024 Tentang Pengangkatan Wakil Menteri Negara Kabinet Merah Putih Periode 2024-2029. Mayor Teddy merupakan seorang perwira menengah TNI Angkatan Darat.
Seharusnya, seorang perwira aktif tidak dapat menduduki jabatan sipil sebagaimana diatur dalam Pasal 47 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Undang-Undang TNI tersebut mengatur bahwa prajurit aktif hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Hal ini sebagaimana disampaikan organisasi yang bergerak di bidang demokrasi, keamanan, dan HAM, SETARA Institute, dalam siaran pers yang dibuat pada Selasa (22/10/2024). Berikut isi siaran pers tersebut:
Siaran Pers SETARA Institute, 22/10/2024
Pengangkatan Mayor Teddy menjadi Sekretaris Kabinet Melanggar UU TNI
Pengangkatan Mayor (Inf) Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) dalam Kabinet Merah-Putih di bawah Kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto perlu dilihat dalam kerangka keberlanjutan reformasi TNI. Pengangkatan Mayor Teddy melanggar ketentuan Pasal 47 ayat (1) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI bahwa Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Dalam perkembangannya persoalan ini direspons, salah satunya oleh Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, yang menjelaskan bahwa struktur Seskab kini berada di bawah Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) RI, sehingga Mayor Teddy tidak perlu pensiun dini dari dinas aktif keprajuritan TNI. Berkaitan dengan persoalan ini, SETARA Institute menyampaikan pernyataan sebagai berikut:
Justifikasi perubahan struktur Seskab dari semula setingkat Menteri, kemudian menjadi di bawah Mensesneg tidak serta merta membuat posisi tersebut masuk ke dalam posisi jabatan sipil yang dapat diduduki Prajurit TNI aktif. Sebab, posisi Seskab maupun Mensesneg tidak termasuk ke dalam jabatan sipil sebagaimana ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI. Artinya, ketentuan yang berlaku seharusnya kembali ke ayat (1)nya, yakni menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Menyamakan ketentuan yang berlaku, seperti terhadap Sekretaris Militer Presiden, sebagai justifikasi pembenaran Seskab diduduki prajurit aktif adalah hal keliru. Sebab secara eksplisit, posisi Sekretaris Militer Presiden masuk dalam ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI, yakni jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI tanpa perlu melakukan pensiun dini.
Ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI mengatur dengan spesifik perihal jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI tanpa pensiun dini, yaitu: jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung. Dengan ketentuan yang rinci tersebut, semestinya mudah bagi Presiden untuk meninjau ulang pengangkatan Mayor Teddy sebagai Seskab atau memerintahkan yang bersangkutan untuk mundur dari dinas kemiliteran.
Menjadikan perubahan struktur Seskab sebagai justifikasi penempatan Mayor Teddy hanya memperlihatkan kebijakan yang tidak berbasis pada ketentuan UU TNI serta mengingkari semangat reformasi TNI. Transisi kepemimpinan nasional yang semestinya membawa asa reformasi TNI sebagai amanat reformasi 1998 untuk mewujudkan TNI yang kuat dan profesional pada bidang pertahanan negara, ternoda dengan kebijakan penempatan ini. Jika kemudian Revisi UU TNI dilakukan hanya untuk mengakomodasi pilihan Presiden atas Seskab yang dia kehendaki, maka semakin sempurnalah penilaian banyak ahli mengenai autocratic legalism yang semakin mendorong kemunduran demokrasi Indonesia.
Presiden, hingga para menteri dan pimpinan lembaga, semestinya tetap mendukung dan memperkuat profesionalitas TNI, dengan tidak memberikan jabatan-jabatan tertentu dan/atau memberikan tugas dan kewenangan di luar tugas pertahanan dan tugas perbantuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Reformasi TNI harus berjalan dua arah atau timbal balik: TNI fokus melakukan reformasi dan presiden/DPR/politisi sipil wajib menjaga proses reformasi itu berjalan sesuai mandat Konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
Narahubung:
Ikhsan Yosarie. Peneliti Reformasi Sektor Keamanan dan Human Security SETARA Institute
Halili Hasan. Direktur Eksekutif SETARA Institute
Eks Menko Polhukam Angkat Bicara Soal Kemungkinan Dwifungsi ABRI
Mahfud MD turut menanggapi kemungkinan perihal dwifungsi ABRI yang kembali muncul di masyarakat akibat rangkap jabatan Mayor Teddy. Konsep dwifungsi ABRI merupakan konsep dimana militer berhak memegang kekuasaan negara, selain melaksanakan fungsi utamanya sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan negara. Konsep ini pernah berlaku di Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru dan menyebabkan militer dijadikan sebagai alat politik rezim pada masa itu.
Eks Menko Polhukam itu mengatakan hubungan antara sipil dan militer sebaiknya tidak perlu dipertentangkan, karena masing-masing bidang memiliki fungsinya sendiri-sendiri.
Menurut saya sipil militer ya tidak perlu dipertentangkan, karena itu ada fungsi masing-masing ya. Militer punya fungsi sendiri untuk pertahanan, keutuhan ideologi negara kita, sedangkan sipil itu juga sama tetapi dari sudut-sudut yang lain.
- Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD
Mahfud memastikan tidak ada dwifungsi ABRI di masyarakat pada saat ini. Bahkan, Guru Besar Hukum Tata Negara UII Yogyakarta itu mengatakan sejak dahulu ada banyak undang-undang yang memperbolehkan rangkap jabatan bagi prajurit aktif yang menduduki jabatan sipil.
“Kekhawatiran di masyarakat? Kalau saya sih enggak pernah berpikir itu ya, belum melihat gambaran dan uratnya. Sejak dulu banyak kan ada beberapa di undang-undang kan dibolehkan,” imbuhnya di sela-sela agenda “Serah Terima Jabatan di Lingkungan Kementerian Pertahanan” di Gedung Kementerian Pertahanan RI, Gambir, Jakarta, Selasa (22/10/2024).
Pakar Hukum Tata Negara Sebut Perpres 139/2024 Bertentangan dengan UU TNI
Sebaliknya, pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, mengamini adanya ketidakabsahan dalam penunjukkan Mayor Teddy sebagai Sekretaris Kabinet, meskipun Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 139 Tahun 2024 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Merah Putih Periode Tahun 2024-2029 pada Senin (21/10/2024) yang berlaku sejak tanggal diundangkan, yakni 21 Oktober 2024. Melalui Perpres 139/2024, Presiden Prabowo Subianto juga membubarkan Sekretariat Kabinet.
"Untuk selanjutnya pelaksanaan tugas dan fungsi dari Sekretariat Kabinet diintegrasikan ke dalam kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara," bunyi perpres tersebut.
Dengan demikian, Perpres 139/2024 ini menjadi justifikasi Mayor Teddy untuk tidak pensiun dari jabatannya sebagai prajurit aktif meskipun ia menduduki jabatan sipil sebagai Sekretaris Kabinet, karena secara struktural kini Sekretaris Kabinet berada di bawah Mensesneg.
Menurut Feri, Perpres 139/2024 tidak sah karena Perpres tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang. Hal ini sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyatakan bahwa secara hierarki peraturan perundang-undangan, tingkatan Perpres berada di bawah Undang-Undang.
Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan asas hukum lex superior derogat legi inferiori, peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Asas ini berlaku terhadap dua peraturan yang secara hierarki tidak sederajat dan saling bertentangan, sehingga seharusnya materi muatan Perpres tidak bertentangan dengan materi muatan UU TNI yang tingkatannya berada di atasnya.
“Perpres tidak boleh bertentangan dengan UU. Penunjukkan itu tidak sah,” tulis Feri dalam pesan Whatsapp saat wawancara bersama FAKTA, Rabu (23/10/2024).
Upaya Politis Pengembalian Dwifungsi ABRI dan Wacana Revisi UU TNI
Feri pun mensinyalir wacana Revisi UU TNI yang telah bergulir sejak lama juga merupakan upaya pengembalian dwifungsi ABRI. Salah satu pasal yang akan direvisi dalam UU TNI dianggap akan memperluas peran TNI di ranah sipil, yaitu perubahan bunyi Pasal 3 ayat 1 dan 2. Berdasarkan draf revisi UU TNI, terdapat dua pasal yang diubah, yakni Pasal 47 tentang pengisian jabatan di kementerian atau lembaga. Penambahan kalimat pada Pasal 47 ayat (2) yakni "kementerian dan lembaga yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden" bisa membuka peluang prajurit aktif mengisi jabatan di semua kementerian atau lembaga.
Wacana Revisi UU TNI, ujar Feri, bersifat politis dan hanya untuk justifikasi rangkap jabatan Mayor Teddy.
“Iya benar [bersifat politis dan hanya untuk justifikasi rangkap jabatan Mayor Teddy],” tulis Feri dalam pesan WhatsApp terpisah.
Pengamat militer dari Universitas Indonesia, Aris Santoso, pun mengatakan ada mentalitas kekuasaan yang sedang terjadi, sebab kekuasaan lebih menentukan dibandingkan dengan regulasi yang ada. Menurutnya sebagai pengamat militer, Prabowo kerap memaksakan kehendak hingga menabrak regulasi.
“Saya sebagai pengamat kan sudah mengamati Prabowo dari dulu ya. Prabowo itu kalau punya kehendak, meskipun sudah ada regulasi, kehendaknya harus terlaksana. Kalau perlu regulasi itu ditabrak,” tutur Aris dalam wawancara via telepon bersama Fakta.com, Rabu (23/10/2024).