FAKTA.COM, Jakarta – Direktur Pengembangan Program Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Wanhar, mengungkapkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam upaya mengurangi ketergantungan pada energi fosil, khususnya batubara.
Salah satu tantangan utama adalah ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan energi di berbagai wilayah.
“Potensi energi terbarukan seperti hidrotermal lebih dominan di Sumatera Utara dan Kalimantan, sedangkan wilayah lainnya masih banyak mengandalkan batubara,” ujar Wanhar di ISEW, Jakarta, Rabu (11/9/2024).
Meski begitu, Wanhar mengungkapkan bahwa upaya menuju transisi energi terus dilakukan. Salah satunya adalah kerja sama dengan Jepang untuk menguji penggunaan amonia sebagai bahan bakar campuran di pembangkit listrik.
"Uji coba penggunaan amonia telah dimulai, dengan target mencapai 50% pada 2030 dan penggunaan penuh 100% pada 2040,"imbuhnya.
Selain amonia, sambung Wanhar, hidrogen hijau (green hydrogen) juga menjadi teknologi yang diharapkan dapat mempercepat transisi energi.
Namun, untuk jangka pendek hingga menengah, batubara masih akan digunakan, terutama bagi industri besar seperti smelter di Sulawesi dan Maluku.
“Kami masih mengizinkan penggunaan batubara untuk sementara, tetapi ada komitmen untuk mengurangi emisi hingga 35% dalam 10 tahun ke depan,” jelasnya.
Wanhar menegaskan bahwa target nol emisi bersih harus tercapai pada 2050.
"Semua proyek berbasis batubara yang masih ada saat itu harus dikurangi atau sepenuhnya digantikan oleh energi terbarukan," tandasnya.