Menteri LHK Apresiasi Data FAO terkait Penurunan Deforestasi di Indonesia
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Men-LHK) RI, Siti Nurbaya Bakar, mengikuti pertemuan Committee on Forestry (COFO) ke 27 di Roma, Italia. (Dok. Humas KLHK)
FAKTA.COM, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Siti Nurbaya mengapresiasi data penurunan deforestasi hutan Indonesia yang tercantum dalam publikasi baru Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), the State of the World Forests (SOFO) 2024.
Publikasi FAO tersebut dirilis dalam pertemuan Committee on Forestry (COFO) ke 27 di Roma, Italia.
Pada Sesi Agenda Item 4 yang berjudul Keadaan Hutan Dunia 2024: Inovasi sektor kehutanan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan, Menteri Siti memberikan apresiasi atas publikasi baru FAO 'Keadaan Hutan Dunia 2024' dengan tema utama 'Inovasi sektor kehutanan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan'.
“Kami apresiasi kabar baik dalam SOFO yang menunjukan tren penurunan deforestasi yang signifikan di beberapa negara. Sebagai contoh, deforestasi diperkirakan telah menurun sebesar 8,4 persen di Indonesia pada tahun 2021-2022," ucap Siti di acara tersebut, Senin (22/7/2024).
Selain penurunan deforestasi, lanjut Siti, FAO juga menyampaikan penurunan laju kehilangan hutan bakau global bruto sebesar 23 persen antara tahun 2000-2010 dan 2010-2020.
"Hal ini merupakan berita yang menggembirakan. Namun, pekerjaan kita bersama masih jauh dari selesai," imbuhnya.
Selain itu, Siti mengungkapkan target pengurangan emisi Indonesia melalui Nationally Determined Contribution (NDC) yang disempurnakan pada tahun 2022.
"Pengurangan emisi kami adalah 47,3% pada tahun 2020, 43,8% pada tahun 2021, dan 41,6% pada tahun 2022 dibandingkan dengan baseline tahunan, di sekitar target NDC 43,2% dengan kerja sama internasional dan jauh melebihi target kapasitas nasional 31,89%," jelas Siti.
Lebih lanjut, Ia menyebut jika pendekatan Indonesia dalam mengelola sumber daya alam dan mengimplementasikan aksi iklim dilakukan secara sistematis dan terintegrasi, yang mencakup 15 klaster aksi iklim di bawah Rencana Operasional FOLU Net Sink 2030.
“Rencana ini mengikat secara hukum, bukan hanya komitmen di atas kertas,” tegas Siti,
Meskipun target NDC Indonesia mencakup sekitar 60% dari sektor FOLU (Pemanfaatan hutan dan lahan,red), inisiatif FOLU Net Sink 2030 bukan hanya tentang tujuan iklim.
Inisiatif ini juga memprioritaskan perlindungan spesies seperti orangutan Sumatera, gajah, harimau, badak, orangutan Tapanuli, orangutan Kalimantan, dan badak Jawa, di antara spesies lainnya, untuk memastikan populasi mereka terus berkembang dan terhindar dari kepunahan.
Menurut Siti, pengarusutamaan konservasi keanekaragaman hayati, termasuk satwa liar, perlindungan habitat, dan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan, sangat penting dalam mencapai tujuan Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global.
"Meskipun FOLU Net Sink ditargetkan secara nasional pada tahun 2030, bentang alam utama di Sumatera, Kalimantan, dan Papua telah mencapai tonggak sejarah ini," jelas Siti.
Dalam acara itu, Siti membeberkan sejumlah inovasi program Indonesia dalam mengoptimalkan hutan. Adapun beberapa program yang telah berjalan, yaitu FOLU Net Sink 2030, Pengurangan laju deforestasi, Peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, Peningkatan program perhutanan sosial dan hutan kemasyarakatan adat, Promosi kawasan konservasi dengan menerapkan Resort Based Management (RBM) dan menerapkan Spatial Monitoring and Reporting Tool (SMART).
Kemudian, meningkatkan tata kelola kehutanan, meningkatkan ekosistem gambut dan bakau, Memperkenalkan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) dan Melibatkan kaum muda untuk berinvestasi dalam pengelolaan hutan dan lingkungan yang berkelanjutan.
"Semua inovasi dan program tersebut telah dijelaskan dalam publikasi terbaru kami The State of Indonesia's Forests 2024, yang merupakan versi Indonesia dari SOFO 2024 yang akan diluncurkan Selasa 23 Juli 2024 pukul 8.00 pagi di Syeikh Zayed Conference Room," kata Siti.