Menakar Prospek Bank Perkreditan Rakyat saat Jumlahnya Makin Tersayat
Logo Bank Perkreditan Rakyat (BPR). (Dokumen OJK)
FAKTA.COM, Jakarta - Harapan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merampingkan jumlah Bank Perkreditan Rakyat atau BPR, mulai terwujud. Dalam kurun periode 2023-20 Februari 2024, OJK telah menutup delapan BPR.
Terbaru, ada nama Perumda BPR Bank Purworejo yang dicabut izin usahanya berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-20/D.03/2024.
Menurut keterangan OJK, pencabutan izin usaha BPR Bank Purworejo sejalan dengan status BPR tersebut yang memiliki predikat kurang sehat sejak 31 Maret 2024.
Selanjutnya, BPR tersebut juga mendapat status bank dalam resolusi sejak 12 Januari 2024.
"Namun, direksi dan dewan pengawas serta kuas pemilik modal BPR tersebut tidak dalam melakukan penyehatan," kata Kepala OJK Provinsi Jawa Tengah, Sumarjono.
Sejatinya, nasib BPR sedang 'di ujung tanduk' karena jumlahnya makin tersayat. Berdasarkan statistik perbankan OJK, dari periode 2020 sebanyak 1.506 BPR, tersisa hanya 1.405 BPR per November 2023.
Meski begitu, jumlah kantor BPR justru bertambah dari periode 2020 sebanyak 5.913 menjadi 6.049 per November 2023.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Dian Ediana Rae menilai, penutupan beberapa BPR tak sebatas keinginan untuk mengurangi jumlahnya. Namun, kata Dian, ada persoalan mendasar seperti penipuan atau fraud.
"Jika persoalannya tidak struktural, OJK berkomitmen untuk diupayakan konsolidasi. Termasuk penyehatan jika berkaitan dengan kegiatan usaha," ucap Dian.
Meski begitu, Dian menyebut tidak menutup kemungkinan jumlah penutupan BPR ke depan akan terus bertambah.
Penguatan aturan
Di sisi lain, OJK ingin memperkuat aturan BPR karena mendapat mandat seperti bank umum melalui UU P2SK. Dalam hal ini, Dian menuturkan, OJK menerapkan aturan single presence policy (SPP).
Aturan itu terkait kepemilikan tunggal terhadap beberapa BPR. "Jadi, nanti satu pihak hanya bisa punya satu BPR. Jika ada 10 misalnya, harus merger dan sisanya bisa jadi kantor cabang," kata Dian menambahkan.
Selain itu, BPR juga harus memenuhi ketentuan modal minimum Rp6 miliar pada akhir tahun ini. Jika tak bisa memenuhi aturan itu, BPR yang bersangkutan juga akan didorong untuk merger.
Sementara itu, Dian juga membuka peluang bagi BPR untuk menggelar aksi penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO), serta masuk ke sistem pembayaran.
"Namun mandat baru ini butuh upaya ekstra agar BPR benar-benar siap. Terutama terkait ke perlindungan investor dan konsumen," ujar Dian.