Beberapa Faktor Penyebab Penyaluran Kredit Mandek Satu Dekade Terakhir

Ilustrasi rasio kredit ke PDB. (Dokumen Fakta.com/Putut Pramudiko)
FAKTA.COM, Jakarta - ASEAN Economist UOB, Enrico Tanuwidjaja memaparkan persoalan kedalaman keuangan Indonesia yang masih belum optimal. Di antaranya rasio penyaluran kredit yang masih rendah. Ternyata, beberapa hal ini adalah penyebabnya.
Seperti diketahui, rasio penyaluran kredit terhadap PDB Indonesia masih sangat rendah, bahkan yang paling bawah jika dibandingkan dengan negara ASEAN-5. Per 2023, jika dirinci datanya adalah sebagai berikut.
Dalam satu dekade terakhir pun, angkanya mandek, bahkan terjadi penurunan tipis, yakni 0,4%.
Menanggapi fakta tersebut, Enrico mengungkap penyebabnya adalah pertumbuhan kredit yang masih lambat. Untuk meningkatkan rasio penyaluran kredit terhadap PDB, Enrico bilang pertumbuhan kredit harus lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan PDB.
Namun, ada beberapa persoalan yang menyebabkan sulitnya mencapai hal tersebut. Di antaranya adalah faktor risiko dari industri yang sulit untuk dinilai preminya.
“Jadi pada saat kita memberikan credit extension, itu banyak sekali pertimbangan,” ujar Enrico pada UOB Economic Outlook 2025, Rabu (25/9/2024).
Selain itu, Enrico juga menilai nilai savings cup deposito di Indonesia cenderung tinggi. Artinya, ketika mendapatkan uang, orang cenderung langsung mengonsumsikannya. Hal ini yang membuat pendanaan domestik tidak dapat tumbuh.
Dihubungi belum lama ini, Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI Teuku Riefky mengungkap rendahnya stagnasi rasio penyaluran kredit di Indonesia disebabkan oleh iklim investasi yang buruk.
Menurutnya, iklim investasi Indonesia masih kalah jika dibandingkan negara-negara tetangga hal ini membuat investor enggan menyalurkan kredit di Indonesia.
“Penegakan hukumnya lebih baik, kualitas institusinya lebih baik, kualitas SDM-nya lebih baik sehingga itu memberikan jaminan kepada investor bahwa investasinya akan aman,” kata Riefky kepada Fakta.com, Selasa (24/9/2024).
Ekonom INDEF, Tauhid Ahmad mengatakan perlu ada perhatian soal rendahnya rasio penyaluran kredit terhadap PDB. Hal itu disampaikannya ketika ditemui dalam sebuah diskusi publik belum lama ini di Senayan, Jakarta.
“Pekerjaan beratnya adalah kalau ingin pertumbuhan 8% ya, kreditnya harus dua kali lipat, syaratnya suku bunga harus rendah,” kata Tauhid.
Di samping itu, Tauhid juga mengatakan selain dari sisi tingkat suku bunga, demand untuk kredit juga perlu tumbuh, yakni sektor riilnya.
“Juga penciptaan sektor-sektor produktif agar permintaan kreditnya gede, dulu kan begitu uangnya ada, tapi bisnisnya nggak jalan. Uang akan mengikuti ke arah mana ekonomi,” pungkasnya.