FAKTA.COM, Jakarta – Bullying atau perundungan bisa terjadi di mana pun. Salah satunya di lingkungan sekolah.
Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Kamis (18/7/2024), jumlah kasus perundungan di sekolah mencapai 226 kasus pada 2022. Angka ini lebih banyak daripada tahun 2021 yang mencapai 53 kasus dan 2020 119 kasus.
Sementara itu, berdasarkan tingkat pendidikan, siswa SD menjadi korban bullying terbanyak. Jumlahnya mencapai 26%. Lalu, diikuti oleh pelajar SMP dan SMA.
Apa saja jenis perundungan yang kerap dialami para korban? Perundungan fisik rupanya menjadi yang terbanyak, diikuti oleh bullying verbal dan psikologis.
Psikolog anak, Seto Mulyadi, mengingatkan bullying ini berdampak buruk bagi perkembangan jiwa anak. Misalnya, menurunkan prestasi belajar di sekolah dan tak bisa konsentrasi belajar.
Kemudian, perundungan bisa berakibat kepada korban menjadi fight atau fly.
Fight merupakan tindakan perlawanan. Yaitu, korban bisa dendam dan menjadikan dirinya sebagai pelaku pada masa depan.
Sementara itu, fly adalah melarikan diri dari rasa trauma. Misalnya, menyendiri atau menghindari kontak dengan orang lain.
“Fly bisa juga dimaksudkan terbang ke alam baka, mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri, terjun bebas, atau meminum racun,” jelas Seto.