FAKTA.COM, Jakarta - Kontraksi penerimaan perpajakan masih terus berlanjut dalam lima bulan beruntun. Hingga Mei 2024, realisasinya baru mencapai Rp760,38 triliun.
Catatan tersebut berbanding terbalik dengan pencapaian dalam lima bulan pertama 2023. Saat itu, penerimaan pajak tumbuh tinggi hingga pernah mencapai 48,6% pada Januari 2023 sebelum akhirnya berangsur turun dan mulai menanjak saat tutup tahun.
Menurut dokumen APBN Kita, capaian hingga Mei 2024 setara 38,23% dari target APBN 2024 Rp1.988,88 triliun.
Dalam dokumen itu dijelaskan, penurunan signifikan dalam penerimaan pajak disebabkan oleh dua faktor. Di antaranya peningkatan restitusi dan penurunan pembayaran PPh Pasal 25/29 Badan (PPh Badan).
Penjelasannya, restitusi yang lebih tinggi menunjukkan kewajiban pengembalian pajak yang lebih besar kepada wajib pajak. Sedangkan penurunan pembayaran PPh Badan menandakan tantangan dalam kinerja korporasi dan kepatuhan pajak.
Lebih rinci, penurunan penerimaan pajak terjadi pada seluruh kelompok pajak, yaitu PPh, PPN dan PPnBM, serta PBB dan Pajak Lainnya.
Dari beberapa komponen itu, penurunan terdalam terjadi pada penerimaan pajak penghasilan migas yang mencapai 20,64% menjadi Rp29,31 triliun. Di sini, penurunan tersebut akibat penurunan lifting minyak dan gas bumi.
Adapun, pajak penghasilan nonmigas menjadi kontributor terbesar dalam penerimaan pajak hingga Mei 2024. Total nilainya Rp443,72 triliun atau setara 58,35% dari target Rp1.063,41 triliun.
Dengan kondisi itu, pemerintah lebih bijak dalam mencapai target penerimaan pajak. Masih dari dokumen APBN Kita, pemerintah terus berupaya dalam meningkatkan kepatuhan pajak, memperkuat basis pajak, dan mengoptimalkan proses restitusi.
Optimalisasi proses restitusi itu dimaksudkan untuk menghindari kesalahan, mempercepat proses, dan memastikan bahwa restitusi yang diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.