SAFEnet Kritik Kebijakan eSIM: Bukan Solusi Kebocoran Data

Ilustrasi. Pemerintah diminta membereskan dulu masalah kebocoran data sebelum promosi eSIM. (dok. Freepik)
FAKTA.COM, Jakarta - Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mengkritik dorongan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) soal penggunaan eSIM (Embedded Subscriber Identity Module) di saat masalah kebocoran data belum bisa ditangani.
"SAFEnet mendesak pemerintah untuk menghentikan promosi migrasi dan glorifikasi eSIM saat ini," demikian keterangan dalam Pernyataan Sikap SAFEnet, Senin (21/4/2025).
"eSIM adalah produk layanan bisnis komersil opsional, bukan solusi fundamental atas persoalan kebocoran data. Mendorong migrasi massal tanpa kesiapan ekosistem hanya memperparah ketimpangan akses, mengingat teknologi ini masih bersifat eksklusif dan belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat Indonesia," urai lembaga yang mengadvokasi hak-hak digital warga ini.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyosialisasikan Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital (Permen Komdigi) Nomor 7 tahun 2025 tentang Pemanfaatan Teknologi Modul Identitas Pelanggan Melekat (eSIM) dalam Penyelenggaraan Telekomunikasi, di Jakarta, Jum’at (11/4/2025).
Ketika itu, dia menyebut migrasi dari SIM card fisik ke eSIM adalah sebuah "keniscayaan" demi digitalisasi identitas dan keamanan dari penipuan.
"Untuk nomor baru maka diwajibkan ada pendaftaran untuk eSIM sehingga datanya nanti bisa lebih baik, lebih aman karena juga dilakukan secara biometrik," ujar Meutya.
Pada Rabu (16/4/2025), Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengklarifikasi aturan soal eSIM ini bukan kewajiban.
"[eSIM] ini kan enggak wajib gitu ya, enggak wajib. Ini satu opsi aja, satu fitur," ujar dia.
Ragam masalah
SAFEnet mengungkap kebijakan promosi eSIM ini punya sederet masalah. Berikut paparannya:
1. Potensi penelantaran rakyat miskin
Teknologi eSIM menyaratkan ponsel tipe tertentu. Masyarakat yang tidak memiliki ponsel dengan spesifikasi yang sesuai tidak akan mendapatkan layanan eSIM.
"Artinya, Komdigi melakukan pembiaran dan penelantaran rakyat miskin, juga melanggar hak-hak digital yang salah satunya adalah hak untuk mengakses informasi tanpa diskriminasi," kata SAFEnet.
"Penyiapan infrastruktur yang relevan dan memastikan semua orang dapat mengakses layanan merupakan tugas pemerintah."

Infografis penipuan online. (Fakta.com)
2. Potensi pelacakan ilegal
Teknologi eSIM membuatnya tidak dapat dicabut dari hp. Pengguna memiliki kekhawatiran mengenai pelacakan pergerakan, walaupun fitur geolokasi dan geotagging dimatikan.
Hal ini karena eSIM tertanam (embedded) pada perangkat, sehingga operator seluler bisa mendeteksi dimana pun pengguna berada.
"Akses terhadap lokasi hingga isi perangkat pengguna rentan disalah gunakan oleh pemerintah dengan adanya wewenang meminta akses berdasarkan perundangan."
"Selain itu, eSIM juga tetap rentan diretas dengan mengeksploitasi sistem operator seluler," sambung SAFEnet.
3. Tak kebal bocor data
Migrasi SIM fisik ke eSIM tidak serta merta menjamin amannya data pribadi. Terlebih, kata SAFEnet, dalam kondisi lemahnya kepercayaan publik terhadap pemerintah dan penegak hukum.
eSIM memang menghilangkan risiko kerusakan atau kehilangan kartu SIM fisik, meminimalisasi potensi pengklonan, pencurian SIM, dan penipuan pertukaran SIM (SIM swap).
"Namun, fitur eSIM tidak membuat dia kebal terhadap kebocoran data pribadi," ujar SAFEnet.
"Sangat bergantung kepada teknis di sisi pendaftaran dan verifikasi pengguna serta penjagaan data pribadi oleh pengendali data."
4. Masalah kebocoran data digital belum beres
Pangkal masalah kebocoran data pribadi, berupa nomer seluler terkait dengan identitas kependudukan digital (IKD), saat ini belum selesai.
"Membereskan persoalan tersebut terlebih dahulu lebih penting. Jika tidak, selalu akan ada celah kejahatan siber untuk teknologi apa pun yang berbasis data kependudukan yang carut-marut," tutur keterangan tersebut.
Pilihan solusi
SAFEnet pun memaparkan sejumlah saran terkait kebijakan migrasi eSIM ini. Berikut rinciannya:
a. Migrasi dari kartu pra-bayar ke pasca-bayar berbasis otentifikasi biometrik, karena ekosistemnya sudah lebih terbentuk ketimbang eSIM.
b. Tuntaskan lebih dahulu carut-marut identitas kependudukan digital (IKD) sebelum mengalihkan perhatian pada teknologi baru.
c. Setop narasi menyesatkan yang menakuti masyarakat dengan maraknya kejahatan digital dan mengaitkannya dengan eSIM sebagai solusi. SAFEnet menyebut kasus-kasus ini justru bersumber dari lemahnya penegakan hukum dan pengawasan terhadap penyalahgunaan data.