Program Prediksi Kejahatan Muncul di Inggris, Diduga Mirip Minority Report

Ilustrasi. Inggris menciptakan program prediksi pembunuhan. (dok. Freepik)
FAKTA.COM, Jakarta – Inggris disebut sedang mengembangkan proyek untuk memprediksi peluang seseoarang melakukan pembunuhan dengan memakai data diduga dari hasil pengolahan algoritma.
Melansir The Guardian, program ini dibuat berdasarkan analisis data pribadi berbagai individu, termasuk para pelaku tindak pidana dari berbagai lembaga pemasyarakatan di Inggris.
Teknologi ini diklaim mampu mengidentifikasi serta menangani potensi risiko terjadinya tindak kekerasan di masa mendatang.
“[Proyek ini] meninjau karakteristik para pelaku yang dapat meningkatkan risiko melakukan pembunuhan," ujar juru bicara Kementerian Kehakiman Inggris, Selasa (8/4/2025).
"[Program ini] memberikan bukti untuk meningkatkan penilaian risiko kejahatan serius, dan pada akhirnya berkontribusi dalam melindungi publik melalui analisis yang lebih baik,” tambahnya.
Merespons kabar ini, netizen pun mengaitkan program pemerintah tersebut dengan kisah fiksi Minority Report (2002) karya Steven Spielberg.
Film yang dibintangi Tom Cruise itu mengisahkan soal teknologi prediksi kejahatan yang malah salah memprakirakan seorang polisi sebagai sosok yang akan melakukan kejahatan.
“The UK is testing software to see if someone will be a killer in later life”
— Concerned Citizen (@BGatesIsaPyscho) April 9, 2025
“Homicide prediction project uses Government data to create profiles & assess risk”
The Minority Report is made real life - what could go wrong? pic.twitter.com/5N4CG8qwmd
Potensi diskriminasi
Kritik keras datang dari Statewatch, lembaga nirlaba dengan fokus pada pengawasan kebijakan pemerintah yang berbasis di Inggris.
Peneliti di Statewatch, Sofia Lyall, mengatakan proyek ini potensial menimbulkan masalah, termasuk masalah rasialisme dan diskriminasi.
“Berulang kali, penelitian menunjukkan sistem algoritma untuk ‘memprediksi’ kejahatan pada dasarnya cacat," cetus dia.
Teknologi ini, yang menggunakan data dari kepolisian dan Kementerian Dalam Negeri, kata dia, "akan memperkuat dan memperbesar diskriminasi struktural yang mendasari sistem hukum pidana.”
“Seperti sistem serupa lainnya, ini akan mengkodekan bias terhadap komunitas ras minoritas dan berpenghasilan rendah," sambungnya.
"Membuat alat otomatis untuk memprofilkan orang sebagai pelaku kekerasan sangatlah keliru, dan penggunaan data sensitif seperti kesehatan mental, kecanduan, dan disabilitas sangatlah mengganggu dan mengkhawatirkan," urai dia.
Statewatch juga mengklaim bahwa data dari orang yang tidak memiliki catatan kriminal bisa ikut digunakan, termasuk mereka yang pernah melaporkan diri ke polisi atau menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Sumber data
Pihak berwenang membantah hal ini dan menyatakan bahwa data yang digunakan hanya berasal dari individu yang memiliki setidaknya satu catatan kriminal.
Program yang awalnya bernama “homicide prediction project” ini kini berganti nama menjadi “sharing data to improve risk assessment.”
Proyek tersebut dirancang menggunakan data dari HM Prison, Probation Service, dan kepolisian, yang berkaitan dengan pelaku kejahatan yang telah divonis, untuk membantu pemerintah memahami lebih dalam risiko pelaku yang sedang menjalani masa percobaan.
“Proyek ini dilakukan hanya untuk tujuan penelitian. Proyek ini dirancang menggunakan data yang sudah dimiliki oleh HM Prison dan Probation Service serta kepolisian, yang berkaitan dengan pelaku kejahatan yang telah divonis," menurut juru bicara Kementerian Kehakiman Inggris itu.
Program ini dilakukan "untuk membantu kami lebih memahami risiko orang-orang dalam masa percobaan yang mungkin melakukan kekerasan serius. Sebuah laporan akan dipublikasikan dalam waktu dekat,” pungkasnya.