Meta Hapus Fitur Cek Fakta, Kebebasan Berpendapat atau 'Caper' ke Trump?

CEO Meta Mark Zuckerberg mengganti Fact Checker menjadi Community Notes. (Dok. Meta)
FAKTA.COM, Jakarta – Penghapusan fitur fact checker atau pengecek fakta oleh Meta untuk platform-platform sosial medianya diduga bagian dari mengamankan kepentingan perusahaan saat pemerintahan berganti. Namun, ada harga yang harus dibayar.
Sebelumnya, Mark Zuckeberg, CEO Meta, mengumumkan akan mengganti fact checker menjadi community notes atau catatan komunitas.
Zuck mengungkapkan langkah ini bertujuan untuk mengembalikan platform milik Meta, yang terdiri dari Facebook (FB), Instagram (IG) dan Threads, hingga WhatsApp, kembali pada akarnya, yaitu kebebasan berekspresi.
“ini saatnya kembali ke akar kita seputar kebebasan berekspresi di Facebook dan Instagram. Saya telah membangun media sosial untuk memberikan orang suara” ujar Zuck dalam videonya yang diunggah di Meta, Selasa (7/1/12025).
Dia juga berdalih fact checker pada platformnya seringkali membuat kesalahan dan menyensor konten-konten yang tidak seharusnya disensor. Ini menyebabkan banyak orang menjadi frustasi.
Melansir Meta, fact checker platformnya berasal dari lembaga independen serta telah disertifikasi oleh Jaringan Pengecekan Fakta Internasional (IFCN) ataupun Jaringan Standar Pengecekan Fakta Eropa (EFCSN).
Lembaga tersebut akan melakukan identifikasi misinformasi, yang didapatkan dari bagaimana pengguna merespon konten dan seberapa cepat konten menyebar. Setelah itu, konten akan ditinjau dan dinilai.

Zuckerberg mengumumkan perubahan kebijakan terkait cek fakta saat angin politik berubah. (dok. Meta)
Penilaiannya terbagi menjadi salah, diubah, sebagian salah, kekurangan konteks, satir dan benar. Konten yang dinilai salah dan diubah akan ditindak paling tegas, Meta akan mengurangi distribusi kontennya secara drastis.
Pada konten yang dinilai sebagian salah akan dikurangi distribusinya dengan tingkat yang lebih ringan. Untuk konten yang kekurangan konteks, Meta akan menambah informasi agar pengguna dapat memahami konteks yang lengkap. Sedangkan konten satir serta benar tidak akan dibatasi.
Penghapusan fitur ini pun diakui Zuckerberg melibatkan "kompromi" (tradeoff). Melansir CNN, ia menyatakan konten yang lebih berbahaya akan muncul di platform tersebut sebagai akibat dari perubahan moderasi konten.
Geser kantor hingga ganti pejabat
Selain menghilangkan fact checker Zuck juga akan memindahkan basis perusahaan miliknya dari California ke Texas, AS.
Langkah Zuckerberg ini dinilai berbagai pihak meniru kebijakan miliarder pemilik X alias Twitter Elon Musk, yang menyumbangkan sekitar US$200 juta di kampanye Pilpres buat Trump.
Musk juga lebih dulu mengabaikan pengecekan fakta dari pihak ketiga di X demi meningkatkan Catatan Komunitas, meski pada awalnya jumlahnya lebih sedikit daripada di Facebook, Instagram, dan Threads.
Tak ketinggalan, satu hari sebelum pengumuman penghapusan cek fakta itu, Zuck mengangkat CEO UFC Dana White dan Joe Kaplan ke dalam jabatan tinggi di perusahaannya.
Dana merupakan seorang pendukung Trump sejak 2016, sedangkan Joe merupakan tokoh konservatif sayap kanan terkemuka di AS.
Di sisi lain, Meta menendang Sheryl Sandberg dan Nick Clegg, tokoh Demokrat dan tokoh politik sentris, dari jabatan strategis di Meta.
Kaplan, yang kini menjabat Pemimpin Urusan Global Meta, mengatakan kepada Fox, Selasa (7/1/2025), bahwa kemitraan Meta dengan pengecek fakta pihak ketiga "bermaksud baik sejak awal, tetapi ada terlalu banyak bias politik dalam hal apa yang mereka pilih untuk diperiksa faktanya dan bagaimana caranya."

Elon Musk, yang merupakan kompetitor lama Zuck, jadi sekutu dekat Trump di Pilpres 2024. (Antara)
Ancaman Trump dan efek jangka panjang
Sejumlah pihak menilai perubahan haluan Zuckerberg ini terkait pula dengan ancaman lawas Trump terhadapnya.
Dalam bukunya berjudul 'Save America' yang diluncurkan pada Agustus, Trump menuduh Zuckerberg "berkomplot" melawannya selama Pemilu 2020 dengan "mengarahkan" Facebook untuk melawan kampanyenya.
Trump juga memperingatkan jika Zuckerberg melakukannya lagi di Pemilu 2024, ia akan "menghabiskan sisa hidupnya di penjara."
Saat itu, Zuck dan Meta tak merespons apa pun terhadap ancaman tersebut.
Selama kampanye Pilpres AS 2024 pun, melansir NBC, Meta tidak memberikan sumbangan kepada kedua kandidat utama. Namun, secara individu staf Meta memberikan sumbangan yang besar kepada Wakil Presiden Kamala Harris, yang menurut situs transparansi OpenSecrets, senilai hampir US$2 juta.
Kini, usai kemenangan Trump melawan Harris, Meta memutuskan menghapus fitur cek fakta Meta tersebut.
Trump membuka kemungkinan itu sebagai bagian dari respons terhadap ancamannya di masa lalu.
“Mungkin. Ya, mungkin,” ucapnya kepada Fox News, sambil menyebut Meta telah “berkembang pesat” dan bahwa “presentasinya sangat bagus.”
Arus politik
Melansir The Guardian, Zuck dianggap mengikuti arus politik yang terjadi di AS saat ini, ia berusaha mendapatkan dukungan dari Donald Trump yang akan memerintah dalam waktu dekat.
Saat ini, Trump dari Partai Republik sudah ditetapkan sebagai pemenang Pilpres AS 2024, mengalahkan Kamala Harris dari Partai Demokrat, yang merupakan Wapres AS saat ini.
Jasmine Enberg, kepala analis di eMarketer, melihat bahwa fenomena penghilangan fact checker secara tidak langsung dipengaruhi oleh Trump.

Presiden terpilih Donald Trump dalam konferensi Turning Point Action di Arizona, AS, Minggu (22/12/2024). Ia tak segan mengejek dan mengancam pihak yang berseberangan. (Foto: X.com/@realdonaldtrump)
“Dalam pergeseran yang sebagian besar dipicu oleh sekutu Trump dan pemilik X, Elon Musk, fact checker pihak ketiga telah kehilangan popularitas di kalangan eksekutif media sosial," ujarnya.
"Platform media sosial menjadi lebih politis dan terpolarisasi, karena misinformasi telah menjadi kata kunci yang mencakup segala hal mulai dari kebohongan terang-terangan hingga pandangan yang tidak disetujui oleh orang lain,” sambung dia.
Intensi Zuck melalui videonya juga diyakini hanya sebuah retorika untuk mendapat dukungan pihak konservatif (pendukung Trump, Red) yang sebelumnya merasa Facebook dan Instagram telah membatasi dan menyensor konten pihaknya secara tidak adil.
Dalam videonya, Zuck sempat mengatakan bahwa fact checker di Meta bias dan moderasi konten pada perusahaannya terlalu banyak menyensor. “fact checker terlalu bias secara politik,” ujarnya.
Enberg menyebut upaya Zuckerberg untuk merangkul kaum konservatif ini dapat menakuti kaum liberal dan bahkan pengiklan, terlebih jika faktor keamanan merek Facebook dan Instagram menurun.
“Ukuran Meta yang besar dan platform iklan yang kuat agak melindunginya dari eksodus pengguna dan pengiklan seperti X," kata dia.
"Namun, penurunan keterlibatan yang signifikan dapat merugikan bisnis iklan Meta, mengingat persaingan yang ketat untuk mendapatkan pengguna dan dana iklan,” tutup dia.