FAKTA.COM, Jakarta - Raksasa antivirus Rusia Kaspersky Labs akan meninggalkan AS setelah pemerintahan Biden melarang penjualan dan distribusi perangkat lunak perusahaan tersebut.
Kaspersky mengatakan telah membuat keputusan yang menyedihkan dan sulit untuk meninggalkan perusahaan, karena peluang bisnis di negara tersebut tidak lagi memungkinkan.
Hal itu terjadi setelah Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo mengatakan bulan lalu bahwa pengaruh Moskow terhadap perusahaan tersebut menimbulkan risiko signifikan terhadap infrastruktur dan layanan AS.
Kaspersky, yang telah beroperasi di AS selama dua dekade, telah membantah tuduhan tersebut.
"Mulai 20 Juli 2024, Kaspersky akan secara bertahap menghentikan operasinya di AS dan menghilangkan posisi yang berbasis di AS," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan, dilansir di BBC, Selasa (16/7/2024).
Situs web AS Kaspersky telah berhenti menjual alat antivirus dan keamanan sibernya, dengan pesan yang berbunyi "pembelian tidak tersedia untuk pelanggan AS".
Pengumuman itu muncul setelah penjualan dan distribusi produk Kaspersky dilarang di AS.
Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo mengatakan, AS terpaksa mengambil tindakan karena kapasitas dan niat Rusia untuk mengumpulkan dan menjadikan informasi pribadi warga Amerika sebagai senjata.
"Kaspersky pada umumnya tidak akan dapat lagi, di antara kegiatan lainnya, menjual perangkat lunaknya di Amerika Serikat atau menyediakan pembaruan untuk perangkat lunak yang sudah digunakan," kata Departemen Perdagangan.
Putusan itu menggunakan kewenangan luas yang dibuat oleh pemerintahan Trump untuk melarang atau membatasi transaksi antara perusahaan AS dan perusahaan teknologi dari negara-negara "musuh asing" seperti Rusia dan China.
Putusan itu secara efektif melarang pengunduhan pembaruan perangkat lunak, penjualan kembali, dan pemberian lisensi produk mulai 29 September, sementara bisnis baru akan dibatasi dalam waktu 30 hari sejak pengumuman.
Penjual dan pengecer yang melanggar pembatasan akan menghadapi denda dari Departemen Perdagangan.
Menurut Departemen Perdagangan, perusahaan multinasional yang berkantor pusat di Moskow tersebut memiliki kantor di 31 negara di seluruh dunia, melayani lebih dari 400 juta pengguna dan 270.000 klien korporat di lebih dari 200 negara.
Pada saat itu Kaspersky mengatakan bahwa pihaknya bermaksud untuk mengupayakan semua opsi yang tersedia secara hukum, untuk melawan larangan tersebut, dan membantah terlibat dalam aktivitas apa pun yang mengancam keamanan AS.