Potensi Langkah Kuda Dedi Mulyadi Lewat 'Politik Gorong-gorong' Jilid II

Foto kolasi Presiden ketujuh RI Jokowi, 2013, dan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi di gorong-gorong, 2025. (Tangkapan layar YouTube Pemprov DKI Jakarta/Instagram dedimulyadi71)
FAKTA.COM, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dinilai punya kesamaan dengan Presiden ketujuh RI Jokowi dalam hal rajinnya pencitraan lewat 'politik gorong-gorong'. Sekadar pencitraan ataukah itu didesain buat menyelesaikan masalah masyarakat?
Dedi, yang akrab dipanggil Kang Dedi Mulyadi (KDM), belakangan mendapat sorotan publik beberapa kegiatan blusukannya viral di media sosial.
Trik-trik blusukannya dinilai mirip dengan yang pernah dilakukan Joko Widodo alias Jokowi saat awal-awal berkarier di politik. Termasuk, gimmick saat menginspeksi gorong-gorong.
Hal itu terjadi saat politikus Partai Gerindra tersebut melawat ke Sukabumi, Jawa Barat, Kamis (10/4/2025). Ketika hendak melihat pembangunan masjid yang proses permintaan sumbangannya bikin macet jalanan, Dedi sempat mengecek saluran irigasi atau sungai kecil yang dipenuhi sampah.
Tak segan ia turun ke saluran tersebut, jongkok memungut sampah di kolong jembatan. Pose yang familiar bukan?
Ya, pada 26 Desember 2012, Jokowi, yang masih berbaju batik ASN, memantau kondisi Terowongan Multi Fungsi di Jl. MH Thamrin hingga ke bibir gorong-gorong tersebut. Adegan yang disebut-sebut menjadi magnet simpati warga karena baru kali itu ada pejabat tinggi yang turun hingga 'gorong-gorong', simbol rakyat kalangan bawah.
Beda dengan Jokowi
Peneliti senior dari Populi Center, Usep Saepul Ahyar, menyebut KDM memang memiliki gaya kepemimpinan yang populis seperti Jokowi.
"Tindakan-tindakan Kang Dedi saya kira itu memang bisa ditarik, dia mau menunjukkan soal gaya kepemimpinan yang populis yang memang disukai oleh rakyat gitu, yang pro rakyat, yang pro lingkungan gitu," ungkap Usep dalam wawancara telepon bersama FAKTA, Selasa (15/4/2025).
"Lalu kemudian itu juga mendisiplinkan pegawai, mengajak semuanya untuk melakukan kebijakan yang pro rakyat," lanjut dia.
Yang menjadi pembeda, kata Usep, adalah KDM dalam kanal media sosialnya tak melakukan sesuatu secara acak atau random. Semuanya, kata dia, dikonsep untuk menunjukkan kepedulian sosial, mengikis persoalan-persoalan birokrasi yang bertele-tele, dan cara mengambil keputusan dengan cepat.
"Ini ada hal baru, gaya kepemimpinan yang ingin ditunjukkan berbeda dengan pemimpin-pemimpin sebelumnya," ujar dia.
"Jadi saya sih melihatnya tidak random, saya melihatnya sistematis yang ingin ditunjukkan. Konektabilitas dia cukup tinggi sampai akhirnya menang kan dengan perolehan suara yang cukup jauh," tutur Usep.
Kemenangan KDM di Pilkada dan hasil-hasil survei, ujar Usep, didapat karena KDM mampu memanfaatkan peluang dalam membuat program kerja dan visi-misinya menjadi program yang populis dan lebih disukai rakyat.
Contohnya, kata Usep, adalah hal-hal kecil seperti masalah sampah hingga mengasihi orang miskin.
"Kang Dedi dalam hal ini pandai melihat itu, pandai melihat yang diinginkan masyarakat itu apa," ujarnya.
"Kemudian datang seorang pemimpin yang mampu menyelesaikan dengan cepat, tidak bertele-tele. Nah, masyarakat ingin ada pemimpin yang praktis seperti Kang Dedi, datang kemudian masalah selesai," terang Usep.
Elektabilitas tinggi
Usep memandang popularitas KDM di media sosial memberikan peluang baginya untuk meningkatkan elektabilitas dan popularitas secara nasional.
"Sekarang saya melihat bahwa popularitas dia semakin semakin tinggi, tingkat popularitasnya tidak hanya di Jawa Barat, tapi juga di wilayah-wilayah lain. Dan di beberapa hal menjadi percontohan bagi provinsi-provinsi lain," ucap Usep.
Sejauh ini, Dedi memang punya modal dukungan massa yang tinggi, terutama saat Pilgub Jawa Barat 2024.

Infografis menteri korupsi. (Fakta.com)
Survei Indikator Politik Indonesia pada periode 14 - 20 November 2024 menunjukkan pasangan Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan meraih 71,5 persen, tertinggi di antara keempat calon Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Barat lainnya. Pasangan di peringkat kedua cukup jauh, yakni Ahmad Syaikhu-Ilham Akbar Habibie dengan 16,4 persen.
Survei Litbang Kompas periode 1 - 9 November 2024 juga menunjukkan Dedi-Erwan punya elektabilitas tertinggi dengan 65 persen, disusul Syaikhu-Ilham 9 persen. Lembaga yang sama menyebut tingkat popularitas Dedi-Erwan mencapai 36,9 persen.
Terlebih, lanjut Usep, KDM memiliki latar belakang dari kalangan bawah alias bukan dari keluarga ningrat, sebagaimana Jokowi.
"Kepemimpinan KDM itu menurut saya di satu sisi juga akan memunculkan kritik ya, karena akan menyinggung banyak, menyinggung dalam tanda petik, kepentingan banyak orang. Misalnya pebisnis atau kelompok sekarang, kelompok ormas, dan lain sebagainya," paparnya.
"Tapi kelebihannya dia akan mendapatkan dukungan dari masyarakat secara luas yang merasa terbela, yang selama ini menjadi korban dari tindakan-tindakan ormas atau pengusaha atau pemerintah yang tidak mengakomodir kepentingannya," urai Usep.
Potensi nyapres
Mungkinkah modal elektabilitas ini dipakai buat nyapres?
Sebagai catatan, Partai Gerindra, partainya KDM, kadung resmi mengusung kembali Prabowo Subianto di Pilpres 2029.
Pengamat politik sekaligus Direktur Lembaga Politik Indonesia (LPI) Boni Hargens menilai masih ada dua ganjalan utama buat KDM.

Prabowo Subianto kembali diusung Gerindra buat maju di Pilpres 2029. (Tangkapan layar YouTube TVRI))
"Nantilah baru isu begini ya. Masih jauh 2029. Presiden Prabowo masih mau maju dan ada Wapres Gibran yang juga potensial untuk capres selanjutnya," kata dia, melalui pesan tertulis kepada FAKTA, Selasa (15/4/2025).
Sementara, Usep mengatakan KDM bisa saja diusung sebagai calon dari partai politik lain yang kemungkinan tertarik dengan tingkat elektabilitas dan popularitasnya. Misalnya, Partai Golkar.
"Kesulitannya bahwa di Gerindra itu sudah ada sosok yang saya kira itu juga merupakan ketua umumnya. Nah, peluang itu ya tetap terbuka. Saya kira bisa jadi diusung oleh partai lain ya karena KDM sebelumnya juga di Golkar," tandas dia.