DPR Desak Pemerintah Prioritaskan Perlindungan HAM di Papua

Komisi XIII DPR, Andreas Hugo Pareira, menyoroti kejahatan yang terus dilakukan oleh kekerasan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.
Fakta.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XIII DPR, Andreas Hugo Pareira, menyoroti kejahatan yang terus dilakukan oleh kekerasan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. Andreas mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah untuk memprioritaskan penyelesaian konflik kemanusiaan di Papua.
“Kejahatan yang dilakukan KKB tidak boleh dibiarkan terus menerus terjadi. Negara harus menjamin masyarakat di Papua bisa hidup dengan tenang dan damai yang menjadi hak mereka,” kata Andreas Hugo Pareira dalam keterangan rilis, Rabu (15/4/2025).
Andreas menyatakan keprihatinan mendalam atas insiden tragis yang dilakukan KKB baru-baru ini, di mana 12 pendulang emas di Yahukimo, Papua Pegunungan, meninggal dunia akibat kekejian KKB. Sebelumnya, enam orang guru dan tenaga kesehatan juga diserang oleh KKB pada Jumat (21/3/2025).
Menurut Andreas, tragedi di Yahukimo belakangan ini harus menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera hadir dalam melindungi hak asasi manusia (HAM) di Papua.
"Peristiwa memilukan ini tentu kembali menggugah kesadaran kita bersama bahwa perlindungan HAM harus menjadi prioritas utama, di manapun dan kepada siapapun, termasuk di Papua yang adalah bagian dari NKRI,” tegas politisi PDIP tersebut.
Diketahui, sebanyak 11 orang tewas dibunuh dan 2 lainnya disandera KKB di area pendulangan Lokasi 22 dan Muara Kum Kabupaten Yahukimo pada 6-7 April 2025. Atas peristiwa itu, polisi mengerahkan tim untuk memburu pelaku pembunuhan terhadap 11 warga sipil pendulang emas tersebut. Diduga kuat pelaku adalah KKB yang menamakan dirinya sebagai Kodap XVI Yahukimo dan Kodap III Ndugama.
Sementara itu, sebanyak 35 orang penambang lainnya mengungsi dan kini berada dalam pengamanan aparat TNI-Polri di Kampung Mabul, Distrik Koroway, Kabupaten Asmat. Sedangkan, delapan orang lainnya dilaporkan terpisah dari rombongan dan belum diketahui keberadaannya.
"Para korban dalam peristiwa ini adalah masyarakat sipil yang tengah berjuang mencari penghidupan. Mereka bukan bagian dari kelompok bersenjata, melainkan warga biasa yang berharap akan masa depan yang lebih baik," sebut Andreas.
Pimpinan Komisi HAM DPR itu pun mengutuk aksi kekerasan yang merenggut nyawa masyarakat sipil di Papua itu. Baginya, kasus ini merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan. Untuk itu, Andreas meminta agar aparat keamanan dan pemerintah bisa segera mengakhiri kekerasan di Bumi Cenderawasih.
"Kekerasan terhadap warga sipil, terlebih di daerah konflik, tidak boleh dianggap sebagai kejadian biasa. Ini merupakan ujian bagi negara dalam menjalankan mandatnya untuk melindungi setiap warga tanpa kecuali, termasuk di wilayah yang penuh tantangan seperti Papua," tuturnya.
Andreas menyampaikan seharusnya negara tidak hanya dituntut untuk hadir secara reaktif dalam penanganan pasca-kejadian. Namun, negara juga harus secara proaktif membangun sistem perlindungan dan pendekatan sosial.
"Termasuk perlindungan yang sama untuk masyarakat di Papua, baik pendatang maupun orang asli Papua. Masyarakat yang ada di Papua harus mendapat fasilitas yang sama dengan orang kota. Selain hak keamanan dan kenyamanan dalam hidup, juga termasuk pendidikan, kesehatan, maupun kesejahteraannya," tandasnya.
Sebelumnya, Komisi I DPR mengatakan pihaknya masih menunggu penjelasan Panglima TNI terkait kasus serangan KKB. Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, berujar ia masih menahan diri untuk tidak berkomentar sebab menurutnya yang lebih mengetahui situasi terkini adalah Panglima TNI.
"Nah itu yang kita akan tanyakan juga. Tapi dari orang seperti saya, selalu harus hati-hati. Kan kebenarannya yang paling tahu tentu Saudara Panglima TNI dan KSAD, dan Pangdam di Cendrawasih sana, dan teman-teman Polres sana. Jadi saya menahan diri untuk tidak berkomentar," ucap Utut saat ditemui awak media seusai menghadiri agenda halal bihalal DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/4/2025).
Utut pun berujar komisinya akan memanggil Panglima TNI dengan segera setelah pembukaan masa sidang DPR, sebab saat ini DPR masih berada dalam masa reses. Masa sidang DPR direncanakan akan dimulai kembali pada Kamis (17/4/2025).
"Kita nunggu intern hari Kamis ya. Cuma kan Menlu kita undang, Panglima ini kita undang. Kan akhir-akhir ini banyak kejadian. Tapi tentu sekali lagi bukan kepada pembinaan itu kan menyeluruh. Pembinaan itu kan konsep dari hulu ke hilirnya. Ada unit prosesnya, ada aktor-aktor eksekutor," ujar Utut.














