Koalisi Sipil Desak 9 Isu Krusial Masuk RUU KUHAP

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP usai bertemu Ketua komisi III DPR RI. (Fakta.com/Dewi Yugi Arti)
Fakta.com, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menilai draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tidak mengakomodir sembilan isu atau materi krusial.
"Draft RUU KUHAP saat ini tidak mengakomodir sembilan isu krusial yang perlu masuk dalam RUU KUHAP yang menjadi tuntutan Koalisi," kata Koalisi dalam rilis persnya, Rabu (9/4/2025).
Sembilan isu tersebut adalah:
1. Kejelasan tindak lanjut laporan tindak pidana.
2. Mekanisme pengawasan oleh pengadilan (judicial scrutiny).
3. Standar upaya paksa berdasarkan perlindungan hak asasi manusia (HAM).
4. Akuntabilitas teknik investigasi khusus.
5. Peran advokat dan jaminan keberimbangan proses peradilan pidana,
6. Sistem hukum pembuktian dan alat bukti.
7. Aturan terkait sidang elektronik dan jaminan asas peradilan terbuka untuk umum.
8. Akuntabilitas penyelesaian perkara diluar persidangan,
9. Jaminan pemenuhan hak-hak tersangka, saksi, korban kelompok rentan dan disabilitas.
Koalisi mengatakan KUHAP baru yang akan dihasilkan nanti tak akan mencerminkan prinsip perlindungan HAM dan tidak mengatasi masalah KUHAP saat ini apabila tidak memasukan sembilan isu krusial tersebut.
Koalisi pun mendesak agar sembilan isu tersebut dimasukkan ke KUHAP baru.
"Kami mendesak agar sembilan isu krusial yang saat ini tidak diakomodir dalam draf RUU KUHAP segera dimasukkan ke dalam penyusunan dan pembahasan RUU KUHAP yang akan datang," seru Koalisi.
Upaya mengintegrasikan sembilan isu tersebut, menurut Koalisi, adalah demi tercapainya reformasi sistem peradilan pidana yang lebih baik dan terciptanya KUHAP yang adil dan beradab.
Hasil Diskusi Informal dengan Ketua Komisi III DPR
Desakan tersebut, kata Koalisi, merupakan catatan dari diskusi informal beberapa anggota Koalisi dengan Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman di ruang rapat Komisi III, Nusantara 2 DPR, Selasa (8/4/2025).
Koalisi menyebut diskusi tersebut juga dihadiri oleh Badan Keahlian Dewan (BKD).
Koalisi mengatakan diskusi tersebut bukan bagian dari proses pembahasan formal RUU KUHAP, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai klaim adanya partisipasi publik yang bermakna.
"Kami menghargai inisiatif yang dilakukan oleh Ketua Komisi III ini, namun poin perbaikan utamanya dalam proses pembahasan harus dilakukan," kata Koalisi.
Banyak Poin RUU KUHAP Inisiatif Pribadi Habiburokhman
Koalisi pun menceritakan isi diskusi tersebut. Dalam pertemuan tersebut, Habiburokhman mengatakan bahwa draf RUU KUHAP 2025 lebih banyak hasil inisiatif dirinya yang berlatar belakang sebagai advokat.
“RUU KUHAP draf 2025 lebih banyak hasil inisiatif pribadi Ketua Komisi III yang berlatar belakang sebagai advokat,” ujarnya.
Habiburrahman menyoroti bahwa saat ini hak-hak advokat dan tersangka tidak diatur dalam KUHAP.
"Sayangnya, Ketua Komisi III [Habiburokhman] menyampaikan bahwa RUU KUHAP 2025 tidak dapat mengakomodasi semua keinginan masyarakat," sebut Koalisi.
RKUHAP 2025, ujar Koalisi, fokusnya terbatas pada penguatan hak advokat, hak tersangka, dan restorative justice (RJ).
"Dalam draf ini, Ketua Komisi III menghindari perubahan terhadap kewenangan Aparat Penegak Hukum (APH), pengenalan kelembagaan baru, untuk menghindari potensi benturan antar APH," ucapnya.
Koalisi menyayangkan komitmen Habiburokhman tersebut. Koalisi menyebut bahwa seharusnya proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) dilaksanakan secara terbuka.
"Seluruh [atau 9] materi krusial yang kami sampaikan tidak cukup hanya direspons oleh Ketua Komisi III," ujar Koalisi.
Koalisi menyatakan akan terus memantau dan melakukan rangkaian advokasi pembahasan RUU KUHAP pada seluruh elemen Pemerintah dan DPR yang bertanggung jawab pada seluruh proses pembahasan RUU KUHAP.
"[Koalisi] mengajak semua pihak untuk memberikan perhatian serius, memastikan bahwa setiap langkah dalam proses legislasi ini benar-benar mencerminkan kepentingan publik dan dilakukan dengan tidak tergesa-gesa," himbau Koalisi.
Proses Pembahasan Bermasalah
Koalisi menyebut bahwa RUU KUHAP bermasalah. Beberapa anggota koalisi diundang untuk memberikan masukan dalam proses penyusunan RUU di Badan Keahlian Dewan DPR Januari 2025.
Pada saat itu Habiburokhman menyatakan bahwa proses penyusunan dimulai dari nol/awal.
Namun, tiba-tiba pada 18 Februari 2025, DPR menyepakati RUU KUHAP menjadi usulan DPR pada rapat paripurna. Pada saat itu sama sekali tidak tersedia informasi mengenai draft RUU yang dibawa ke paripurna tersebut.
"Bahkan anggota Komisi III juga menyatakan tidak mengetahui draf awal RUU KUHAP tersebut," ujar Koalisi.
Hal tersebut menandakan kurangnya transparansi dan partisipasi publik yang bermakna dalam proses penyusunan RUU KUHAP.
RUU KUHAP 2025 Hilangkan Materi Progresif
Koalisi menyebut substansi draft RUU KUHAP 2025 menghilangkan rangkaian sejarah pembahasan RUU KUHAP sebelumnya.
Kebaruan-kebaruan progresif yang telah dimuat dalam RUU KUHAP versi 2012, ujar Koalisi, hilang dari draft RUU KUHAP 2025.
"Konsep [RUU KUHAP] progresif tersebut hilang dalam draft 2025," tandas Koalisi.
Koalisi menyebut draft RUU KUHAP saat ini menghilangkan materi-materi progresif yang dimuat dalam perjalanan panjang pembahasan RUU KUHAP dari 2004 hingga 2012.
Desak Pembahasan Lebih Terbuka dan Libatkan Semua Pihak
Koalisi juga mendesak Komisi III DPR segera membuka akses informasi terkait draf RUU KUHAP dan diskusi-diskusi pembahasannya dengan kementerian/lembaga negara yang telah tertutup sejak Januari hingga pertengahan Maret 2025.
Tertutupnya proses pembahasan ini, menurut Koalisi, telah mengakibatkan tak adanya partisipasi bermakna dari berbagai pihak yang selama ini berkontribusi dalam sistem peradilan pidana.
Berbagai pihak tersebut meliputi organisasi profesi, akademisi, advokat, lembaga layanan korban, komunitas korban, kelompok rentan, serta masyarakat sipil lainnya.
"Proses yang terkesan terburu-buru ini semakin diperparah dengan pernyataan bahwa target pembahasan RUU KUHAP tidak akan melebihi dua kali masa sidang," imbuhnya.
"RKUHAP secara keseluruhan mencakup sebanyak 334 pasal dengan total daftar inventarisasi masalah (DIM) yang perlu dibahas mencapai 1.570 pasal/ayat pada bagian batang tubuh dan 590 pasal/ayat pada bagian penjelasan," tambahnya.
Koalisi mendorong keterlibatan aktif semua elemen masyarakat dalam proses pembahasan RUU KUHAP agar hasil akhir dapat mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat keseluruhan.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), PBH, KontraS, AJI Indonesia, Aksi Keadilan, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Koalisi Reformasi Kepolisian, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (BEM FH UI), LBH Masyarakat, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), Imparsial, Perhimpunan Jiwa Sehat, LBH APIK Jakarta, Themis Indonesia, PIL-Net, Amnesty International Indonesia, dan Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD).