KSAD Respons Polemik RUU TNI: Tak Usah Ribut, Otak Kampungan

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak. (Fakta.com/Dewi Yugi)
Fakta.com, Jakarta - Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menanggapi perdebatan soal revisi Undang-Undang (UU) TNI yang tengah dibahas di DPR RI. Ia meminta agar publik tidak meributkan wacana tersebut dan menegaskan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah dan DPR.
“Saya rasa tidak perlu diperdebatkan. Silakan saja nanti bagaimana kebijakan negara. Bagaimana kemampuan keuangan, nanti kita diskusi jabatan di ketentaraan, dan lain sebagainya,” ujar Maruli saat berdialog dengan media usai kunjungan ke Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) Baturaja, Martapura, Sumatera Selata, dikutip dari pernyataan tertulis, Rabu (12/3/2025).
Maruli juga menyentil pihak-pihak yang terus mengkritik TNI, terutama terkait isu kembalinya prajurit aktif menduduki jabatan sipil di kementerian/lembaga. Ia menilai bahwa perdebatan ini seharusnya dilakukan di forum yang tepat, bukan di media sosial atau ruang publik yang hanya memperkeruh suasana.
“Tidak usah diperdebatkan seperti ribut kanan, kiri, ke depan, kaya kurang kerjaan. Nanti kan ada forumnya, kita bisa diskusikan,” kata Maruli.
“Tidak usah ramai bikin ribut di media, ini itu lah, Orde Baru lah, tentara dibilang hanya bisa membunuh dan dibunuh. Menurut saya, otak-otak (pemikiran) seperti ini, kampungan,” ujar Maruli dengan nada geram.
Ia juga membandingkan dengan institusi lain yang menurutnya tidak pernah dipersoalkan meskipun masuk ke berbagai kementerian.
“Ini orang waktu ada salah satu institusi masuk ke semua kementerian, enggak ribut gitu loh. Apakah dia bekerja di institusi itu?” ucapnya tanpa menyebut institusi yang dimaksud.
Menurut Maruli, TNI tetap patuh terhadap kebijakan negara. Jika dalam revisi UU TNI ditetapkan bahwa prajurit harus alih status atau pensiun lebih awal untuk menduduki jabatan sipil, maka pihaknya akan mengikuti aturan tersebut.
“Kami (TNI AD) akan loyal seratus persen dengan keputusan,” ujarnya.
Koalisi Masyarakat Sipil mengkritisi revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang tengah dibahas DPR dan pemerintah. Revisi ini dinilai berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI, memperluas cakupan jabatan sipil bagi prajurit aktif, menghapus larangan bisnis bagi militer, serta mempertahankan impunitas melalui peradilan militer.
Para aktivis menilai perubahan ini tidak hanya mengancam supremasi sipil dan profesionalisme TNI, tetapi juga meningkatkan risiko kekerasan terhadap jurnalis serta melemahkan transparansi dan akuntabilitas dalam sektor keamanan.
Koalisi menyoroti revisi Pasal 47 Ayat (2) UU TNI yang mengusulkan penambahan frasa “serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden.”
Perubahan ini dinilai berbahaya karena memperluas cakupan jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif. Dengan perluasan ini, tentara aktif dapat ditempatkan di berbagai instansi lainnya tanpa batasan yang jelas.