Fakta.com

Menhan Bicara Letkol Teddy Jabat Seskab: Kalau di Luar Kategori, Pensiun Dulu

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menanggapi kontroversi Letkol Teddy Indra Wijaya menjabat Sekretaris Kabinet. (Fakta.com/Dewi Yugi Arti)

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menanggapi kontroversi Letkol Teddy Indra Wijaya menjabat Sekretaris Kabinet. (Fakta.com/Dewi Yugi Arti)

Google News Image

Fakta.com, Jakarta - Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menanggapi kontroversi Letkol Teddy Indra Wijaya menjabat Sekretaris Kabinet. Kenaikan pangkat Teddy dari Mayor jadi Letnan Kolonel (Letkol), menuai kritik lantaran dianggap tak adil bagi tentara lainnya, sebab ia pun menjabat sebagai Seskab. 

Pengangkatan jabatan Teddy itu tertera dalam Surat Perintah Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto Nomor Sprin/674/II/2025. 

Tak lama setelah pengangkatan Letkol Teddy, Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, mengatakan seluruh prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan sipil harus pensiun dini atau mengundurkan diri dari dinas. 

Agus menjelaskan hal itu sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Pasal 47 Undang-Undang TNI.

"Jadi prajurit TNI aktif yang menjabat di kementerian atau lembaga lain akan pensiun dini atau mengundurkan diri dari dinas aktif ya, sesuai dengan Pasal 47 (Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI),” tutur Agus di STIK, Jakarta Selatan, Senin (10/3/2025).

Menanggapi hal ini, Sjafrie menyatakan jabatan sipil Letkol Teddy masuk 15 kategori kementerian/lembaga yang bisa dijabat prajurit aktif TNI tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan, maka Letkol Teddy tak perlu melakukan pensiun dini.

"Masuk enggak dalam kategori itu? Kalau masuk di luar kategori itu, ya terkena pensiun dulu, baru melanjutkan (jabatan sipilnya saat ini)," ujar Sjafrie saat ditemui awak media seusai rapat bersama Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (11/3/2025). 

Adapun, 15 kategori kementerian/lembaga yang bisa dijabat prajurit aktif TNI tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan yakni Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lemhannas, Dewan Pertahanan Nasional, SAR Nasional, Narkotika Nasional, Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Keamanan Laut, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung. 

Dengan demikian, Letkol Teddy tak masuk ke dalam kategori 15 kementerian/lembaga yang dimaksud, sebab jabatan sipilnya ialah Seskab di bawah Kementerian Sekretaris Negara (Kemensetneg). Sesuai UU TNI, seharusnya Teddy melakukan pensiun dini.

Kesemua kategori ini akan dimasukkan ke Revisi Undang-Undang TNI. Sehingga, setelah prajurit aktif TNI melakukan pensiun dini, dapat langsung diusulkan ke kementerian/lembaga yang dimaksud agar mantan prajurit tersebut dapat menjabat di jabatan sipil.

"Presiden Republik Indonesia selaku panglima tertinggi juga telah memberikan petunjuk kepada Menteri Pertahanan untuk para prajurit TNI yang akan ditugaskan di kementerian dan lembaga itu harus pensiun, yang kita sebut pensiun dini. Setelah pensiun baru kita usulkan ke kementerian dan lembaga yang dimaksud tentunya sesuai dengan kapabilitas dan eligibilitas, dengan kata lain harus terukur dan yang paling penting dia loyal kepada negara dan bangsa, seperti halnya sebagai Presiden Republik Indonesia memegang Teguh Sapta Marga dan Sumpah Prajurit," pungkas Sjafrie.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil mengecam revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang tengah dibahas DPR dan pemerintah. Revisi ini dinilai berpotensi menghidupkan kembali Dwifungsi TNI, memperluas cakupan jabatan sipil bagi prajurit aktif, menghapus larangan bisnis bagi militer, serta mempertahankan impunitas melalui peradilan militer.

Para aktivis menilai perubahan ini tidak hanya mengancam supremasi sipil dan profesionalisme TNI, tetapi juga meningkatkan risiko kekerasan terhadap jurnalis serta melemahkan transparansi dan akuntabilitas dalam sektor keamanan.

Diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil sepat menyoroti revisi Pasal 47 Ayat (2) UU TNI yang mengusulkan penambahan frasa “serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden.” Perubahan ini dinilai berbahaya karena memperluas cakupan jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif. Dengan perluasan ini, tentara aktif dapat ditempatkan di berbagai instansi lainnya tanpa batasan yang jelas.

“(Pasal) ini yang menjadi titik tekan dari pernyataan sikap kami bahwa ancaman revisi UU TNI memberikan legitimasi, justifikasi atas pelanggaran hukum yang selama ini sudah dilakukan, bahkan dari rezim Jokowi dengan melakukan penempatan perwira atau prajurit aktif TNI dalam jabatan-jabatan di luar yang sudah diatur dalam Pasal 47 ayat (2) di UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI,” jelas Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya di Gedung YLBHI, Jakarta, Kamis (6/3/2025).

Sebagai informasi, menurut Imparsial pada tahun 2023, terdapat 2.569 prajurit TNI aktif yang telah menduduki jabatan sipil. Sebanyak 29 perwira aktif bahkan telah ditempatkan di luar lembaga yang diatur dalam UU TNI.

Sebelumnya, penempatan prajurit TNI aktif di jabatan sipil hanya dibatasi pada 10 kementerian dan lembaga, di antaranya: Kantor Koordinator Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Intelijen Negara, Sekretaris Militer Presiden, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue Nasional, Narkotika Nasional dan Mahkamah Agung. Saat ini, perluasannya menjadi 15 kementerian/lembaga.

Perluasan ini, sebagaimana dicatat oleh Koalisi, berpotensi merusak prinsip supremasi sipil dalam pemerintahan dan menurunkan profesionalisme TNI. Dengan menempatkan prajurit TNI dalam posisi sipil, terjadi tumpang tindih kewenangan yang mengaburkan fungsi utama militer sebagai alat pertahanan negara.

Hussein Ahmad, peneliti Imparsial, menyatakan bahwa upaya memasukkan TNI ke dalam ranah sipil itu justru merugikan bagi TNI yang tugas utamanya adalah berperang. “Kalau kemudian fokus dia ditarik  menjadi urus MBG, urus PSN, urus beras di Bulog, urus Kali Citarum, atau urus sawit, dia akan menjadi tidak fokus terhadap tugas utamanya,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Dia juga melihat bahwa upaya ini membawa Indonesia dalam posisi yang rentan ketika sewaktu-waktu terjadi invasi asing. “Nanti kalau misalkan ada tentara asing mau nyerang Indonesia tiba-tiba tentaranya ada yang lagi cocok tanam singkong, jualan beras, panen sawit, dan lain sebagainya,” tambahnya.

Selain itu, kondisi ini dinilai juga berpotensi merusak sistem karier Aparatur Sipil Negara (ASN), karena prajurit TNI yang tidak melalui proses rekrutmen sipil dapat mengisi jabatan yang seharusnya menjadi hak ASN dengan kompetensi spesifik di bidangnya.

“Itu mematahkan meritokrasi sipil. Artinya upaya untuk melihat ASN ini bisa masuk dalam level eselon satu atau eselon dua, dia harus berkompetisi dengan perwira aktif yang itu untuk mengakomodir tentara non-job. Pasti akan ada banyak implikasi atau tindakan mengistimewakan prajurit TNI,” ujar Dimas.

Trending

Update News