MK Temukan 4 Pilkada dengan Pelanggaran TSM, kok Lolos di Bawaslu?

Ilustrasi. 24 Pilkada diputuskan diulang karena pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif. (dok. DKPP)
FAKTA.COM, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menemukan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di 24 Pilkada 2024. Simak alasannya kenapa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tak menemukan pelanggaran itu saat tahapan pilkada.
Dalam sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) pada Senin (24/2/2025), MK memutus 24 dari total 40 perkara pilkada diulang.
Beberapa di antaranya akibat pelanggaran jenis TSM. Yakni, Pilkada Kabupaten Serang, Pilkada Kabupaten Parigi Moutong, Pilkada Kabupaten Banggai, dan Pilkada Kabupaten Mahakam Ulu.
Salah satu yang jadi sorotan adalah Putusan MK Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025 soal pelanggaran TSM dalam Pemilihan Bupati (Pilbup) Serang, Banten.
MK menyatakan ada cawe-cawe yang dilakukan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Yandri Susanto dalam pemenangan istrinya di pilkada itu, Ratu Rachmatu Zakiyah. Bentuknya, kehadiran di Rapat Kerja Asosiasi Pemerintahan Desa (Apdesi), Serang, 3 Oktober 2024.
Yandri membantah putusan tersebut. Saat itu ia belum menjabat Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, dan dirinya sudah tidak lagi menjadi Wakil Ketua MPR.
"Jadi, saya diundang sebagai pihak narasumber, saya menyampaikan di situ tentang bagaimana Banten bebas korupsi kira-kira begitu," kata dia, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Mendes PDT Yandri Susanto juga tersangkut kasus surat berkop kementerian di undangan haul ibundanya di Pondok Pesantren BAI Mahdi Sholeh Ma'mun, Serang, Selasa (22/10/2024). (ANTARA/Desi Purnama Sari)
Di luar itu, putusan mengulang pilkada di daerah lainnya terkait masalah administrasi, seperti ijazah palsu, status bekas narapidana, hingga hitungan masa jabatan buat petahana yang sudah dua kali menjabat.
Anggota Komisi II DPR Deddy Sitorus menilai kasus-kasus itu tak perlu terjadi jika Bawaslu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Polri bekerja dengan benar.
"Kalau Pak Ketua KPU tidak merasa bersalah, Pak, enggak tau lagi saya, Pak. Kalau Bawaslu menganggap ini bukan salahnya dia, bingung saya," cetus dia, dalam Rapat Kerja Komisi II DPR dengan KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kemendagri, Kamis (27/2/2025).
"Kalau Kemendagri tidak merasa ada kekurangan di pihaknya, wah kebangetan. Demikian juga Polri," sambung Anggota Fraksi PDIP itu.
"Hampir 60 persen [daerah yang menggelar Pilkada 2024 bermasalah]. Gila itu! Kalau kita punya budaya malu, wajar kalau kita mundur semua," seru Deddy.
Apa itu TSM?
Mengutip situs Bawaslu, pelanggaran TSM merupakan unsur perbuatan atau tindakan yang menjanjikan memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilu atau pemilih secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Terstruktur berarti pelanggaran yang dilakukan melibatkan aparat struktural. Contohnya, penyelenggara pemilu, struktur aparatur sipil negara (ASN).
Sistematis adalah pelanggaran yang dilakukan dengan perencanaan yang matang, tersusun, dan rapi. Contohnya, rapat-rapat perencanaan politik uang dengan pembuktian berupa dokumen.
Masif berarti dampak pelanggarannya bersifat luas pengaruhnya terhadap hasil pemilu dan paling sedikit terjadi di setengah (50 persen) wilayah pelaksanaan pemilu.
Masalahnya, waktu penanganan laporan dugaan pelanggaran Pilkada 2024 singkat.
Anggota Bawaslu Puadi, dikutip dari situs Bawaslu, September 2024, menyebut pihaknya punya waktu penanganan laporan selama tiga hari, tanpa kewenangan pemanggilan paksa untuk permintaan keterangan dan penyitaan barang bukti.
Prabowo Subianto soal pilkada.
Presiden Prabowo Subianto mengusulkan pilkada lewat DPRD dalam HUT ke-60 Partai Golkar. (YouTube Kabar Golkar)
Dalih-dalih
Terkait pelanggaran TSM ini, terutama di Pilkada Serang 2024, Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengatakan pihaknya siap menindaklanjuti putusan MK dan akan segera mempersiapkan Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Soal pelanggaran TSM-nya, ia menyebut, "tanyakan Bawaslu aja."
"TSM kan? Ya kan itu kan mestinya diproses di Bawaslu dulu kan TSM," tutur Afifuddin saat ditemui awak media seusai Raker di Komisi II DPR, Kamis (27/2/2025).
FAKTA telah menghubungi Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, dan Ketua DKPP Heddy Lugito melalui pesan WhatsApp untuk meminta konfirmasi. Namun, keduanya belum memberi tanggapan.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja berdalih kasus-kasus pidana pemilu dihentikan oleh penyidik Polri. (Youtube Bawaslu)
Namun, dalam Raker di Komisi II DPR itu, Rahmat Bagja mengatakan ada sejumlah sebab kenapa pihaknya tak menyatakan TSM di kasus-kasus pelanggaran pilkada yang dinyatakan melanggar oleh MK.
Contohnya, penghentian penyidikan kasus pelanggaran pemilu oleh penyidik di Sentra Gakkumdu. Termasuk, kasus yang terindikasi ada keterlibatan RT/RW.
"Beberapa laporan pidananya enam di Bawaslu, diteruskan di sentra gakkumdu, SP3, dihentikan oleh, di tingkat penyidikan oleh Sentra Gakkumdu saat itu," ungkapnya.
Meski begitu, pihaknya aktif memberi masukan data kepada MK soal dugaan TSM itu, misalnya di kasus Pilkada Mahakam Ulu.
"Dari hasil laporan pengawasan Bawaslu itulah yang digunakan MK, walaupun kami tidak menyatakan TSM, tidak ada laporan TSM," ujar Rahmat.
"Kami mohon maap jika ada masalah koordinasi atau penafsiran yang mungkin yang berbeda. Namun, kami tetap pada PKPU dan perundangan," imbuh dia.