Di Balik Reshuffle Jilid I dan Peringatan Pertama dari Prabowo
Presiden Prabowo Subianto melakukan perombakan Kabinet Merah Putih atau reshuffle jilid pertama, Rabu (20/2/2025). (Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden)
Fakta.com, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto melakukan perombakan Kabinet Merah Putih atau reshuffle untuk pertama kalinya sejak pemerintahan mulai berjalan pada 21 Oktober 2024. Reshuffle jilid 1 ini bisa menjadi sebuah peringatan bagi para pembantu Prabowo.
Satu-satunya menteri yang diganti pada reshuffle kali ini adalah Satryo Soemantri Brodjonegoro. Jabatannya sebagai Menteri Pendidikan Tinggi, Riset, dan Inovasi Teknologi (Mendiktisaintek) digantikan Brian Yuliarto, guru besar Institut Teknologi Bandung.
Satryo memilih mengundurkan diri dari jabatannya beberapa saat sebelum reshuffle dilakukan di Istana Negara Jakarta pada Rabu (19/2/2025).
Dalam konteks pemerintahan yang efektif, seorang menteri tidak hanya bertugas menjalankan kebijakan, tetapi juga harus mampu mengomunikasikan dan menerjemahkan visi presiden dengan baik.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan Prabowo memiliki penilaian subjektif dan objektif tersendiri dalam melakukan reshuffle kabinet. Dia menyebut Ketua Umum Partai Gerindra itu memang kerap melakukan penilaian terhadap para menteri secara berkala.
"Semua menteri akan terus dilakukan penilaian, akan terus diarahkan, jika ada yang melenceng dan sebagai kepala pemerintahan, sebagai Presiden, beliau (Prabowo) akan terus mengingatkan menteri-menteri tersebut supaya mereka berjalan on the track sesuai dengan jalan yang benar," tutur Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu.
Muzani mengatakan reshuffle pertama ini bisa jadi sebagai peringatan dari Prabowo kepada para menterinya. Ketua MPR RI ini menambahkan, reshuffle selanjutnya bisa saja dilakukan kembali jika Prabowo tak puas dengan kinerja menteri-menterinya.
"Saya kira itu peringatan untuk seluruh pembantunya bahwa beliau sungguh-sungguh bekerja. Waktu, tenaga, pikiran digunakan untuk mengabdi kepada rakyat, sehingga kepada para pembantunya diharapkan untuk menyesuaikan itu sendiri. Saya kira itu semua menteri diminta untuk mengambil langkah yang sama," jelas Muzani.
Prabowo sebelumnya juga telah memperingatkan jajaran menteri dan kepala lembaga pemerintah bakal diganti, jika mereka tidak bekerja dengan benar.
“Rakyat menuntut pemerintah yang bersih dan benar, yang bekerja dengan benar. Jadi, saya ingin tegakkan itu. Kepentingan hanya untuk bangsa, rakyat, tidak ada kepentingan lain, yang tidak mau bekerja benar-benar untuk rakyat ya saya akan singkirkan,” kata Presiden Prabowo menjawab pertanyaan wartawan terkait reshuffle Kabinet Merah Putih selepas puncak peringatan Harlah Ke-102 NU di Jakarta, Rabu (5/2).
Prabowo menyatakan keinginannya mewujudkan pemerintahan yang bersih, bebas dari segala bentuk penyelewengan.
Mendisiplinkan Pemerintahan
Syahganda Nainggolan dari Lembaga Kajian Sabang Merauke Circle berpendapat, pergantian menteri yang dilakukan oleh Prabowo sudah tepat waktu.
Selain untuk memperkuat dan mendisiplinkan pemerintahan, reshuffle kabinet juga berfungsi untuk meningkatkan kinerja, efektivitas dan efisiensi pemerintahan.
Syahganda menilai ketidaksepahaman dalam komunikasi kebijakan dapat memicu resistensi dari publik, seperti yang terjadi dalam kasus kenaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal), pemotongan beasiswa, dan dampak pada tunjangan kinerja dosen.
Dalam hal ini, ia menilai ada yang belum selaras dalam penyampaian esensi dari refocusing anggaran yang dilakukan pemerintah sehingga reshuffle perlu dilakukan.
Syahganda berpendapat Prabowo masih perlu lebih banyak lagi menjelaskan ide-ide pembangunannya kepada publik sehingga diperlukan jajaran menteri di kabinet yang mampu menjabarkan apa yang dimaui Presiden.
Menurut dia, konsolidasi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan berorientasi rakyat saat ini berlangsung intensif.
Prabowo tampak sempat menghadapi kesulitan dalam menjelaskan ide-ide besarnya kepada kelas menengah, seperti mahasiswa. Sehingga, dia membutuhkan menteri yang kompatibel pada arus yang deras.
Ketika kebijakan tidak dikomunikasikan dengan baik, dampak yang timbul bisa menjadi eskalatif, seperti unjuk rasa mahasiswa yang akhirnya mengkritik pemerintah secara luas.
satryo soal pengunduran diri
Satryo Soemantri Brodjonegoro memilih untuk mundur sebagai Mendiktisainstek daripada diberhentikan. (Fakta.com/Yasmina Shofa)
Pelajaran berharga
Belajar dari reshuffle ini, ada pelajaran berharga bagi para pejabat publik, khususnya dalam mengelola komunikasi kebijakan.
Pemerintah bukan hanya perlu membuat kebijakan yang pro-rakyat, tetapi juga harus memastikan bahwa kebijakan tersebut diterima dengan baik oleh masyarakat.
Sebagai contoh, pada masa pemerintahan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani berupaya mengelola berbagai kebijakan fiskal yang menantang, seperti pengurangan subsidi energi, dengan pendekatan komunikasi yang strategis.
Ia menggunakan pendekatan berbasis data dan secara aktif berdialog dengan berbagai pihak untuk membangun pemahaman yang lebih baik.
Dengan komunikasi yang efektif, kebijakan yang pada awalnya berpotensi menimbulkan resistensi pada akhirnya dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat.
Belajar dari negara lain, pada 13 Februari 2020, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, merombak kabinetnya secara signifikan untuk kesempatan pertama sejak pemilihan umum Desember 2019.
Perombakan ini dianggap sebagai upaya Johnson untuk memusatkan kekuasaan di Downing Street dan memastikan bahwa kabinetnya sejalan dengan visinya pasca-Brexit.
Secara keseluruhan, reshuffle kabinet 2020 di bawah kepemimpinan Boris Johnson menandai fase baru dalam pemerintahannya, dengan penekanan pada loyalitas dan keselarasan visi di antara anggota kabinet.

Perombakan kabinet atau reshuffle jilid pertama di Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/2/2025). (Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden)
Sebagai bagian dari refleksi atas reshuffle ini, Pemerintah perlu meningkatkan transparansi dalam perumusan dan implementasi kebijakan.
Ketika kebijakan dirancang dengan pendekatan partisipatif dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, penerimaan masyarakat akan lebih baik.
Kemudian, strategi komunikasi juga harus lebih adaptif terhadap perubahan zaman. Dengan meningkatnya peran media baru termasuk media sosial dalam membentuk opini publik, pemerintah perlu memanfaatkan kanal digital secara optimal untuk menyampaikan pesan-pesan kebijakan dengan cara yang lebih mudah dipahami dan tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Selain itu, reshuffle ini juga menjadi momentum bagi Presiden Prabowo untuk semakin memperkuat konsolidasi pemerintahannya.
Dalam beberapa bulan pertama kepemimpinannya, ia masih menghadapi tantangan dalam menyampaikan gagasan-gagasan besar kepada kelompok kelas menengah, termasuk mahasiswa dan akademisi.
Oleh karena itu, pemilihan menteri yang tidak hanya kompeten dalam bidangnya, tetapi juga memiliki kapasitas komunikasi yang kuat, menjadi aspek yang sangat penting.
Seorang menteri yang baik bukan hanya mereka yang memiliki pemahaman teknis yang kuat, tetapi juga yang mampu menjembatani kebijakan dengan kebutuhan masyarakat.
Dalam sejarah pemerintahan Indonesia, ada banyak contoh menteri yang berhasil menjalankan tugasnya dengan baik karena kemampuan komunikasi yang mumpuni.
Beberapa menteri dalam masa jabatannya mampu membangun kedekatan emosional dengan masyarakat melalui aksi-aksi nyata di lapangan sesuai dengan peran kementerian dan visi pemimpin. Pendekatan seperti inilah yang seharusnya menjadi perhatian bagi setiap menteri dalam kabinet.
Dengan adanya reshuffle ini, publik juga diharapkan tidak sekadar melihatnya sebagai peristiwa politik semata, tetapi lebih jauh, sebagai bagian dari proses penyempurnaan tata kelola pemerintahan.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani bicara isu reshuffle Mendiktisaintek. (Fakta.com/Dewi Yugi)
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani bicara isu reshuffle Mendiktisaintek. (Fakta.com/Dewi Yugi)
Wajar terjadi
Dalam demokrasi, perubahan susunan kabinet adalah hal yang wajar terjadi, dan seharusnya dipandang sebagai upaya meningkatkan efektivitas pemerintahan dalam mewujudkan visi yang telah dijanjikan kepada rakyat.
Yang terpenting, setiap perubahan harus diiringi dengan evaluasi yang objektif dan solusi yang lebih baik ke depan.
Dalam perspektif yang lebih luas, reshuffle kabinet juga mengingatkan pentingnya meritokrasi dalam pemerintahan.
Pemilihan menteri seharusnya tidak sekadar berdasarkan aspek politik, tetapi juga didasarkan pada kapasitas dan rekam jejak individu dalam menjalankan tugasnya.
Dengan demikian, setiap reshuffle bukan hanya menjadi alat konsolidasi politik, tetapi benar-benar menjadi bagian dari upaya meningkatkan kinerja pemerintahan secara keseluruhan.
Reshuffle kali ini menunjukkan bahwa komunikasi kebijakan menjadi faktor kunci dalam efektivitas pemerintahan.
Kesalahan dalam menerjemahkan dan menyampaikan kebijakan dapat memicu polemik yang sebetulnya bisa dihindari.
Oleh karena itu, selain kompetensi teknis, kemampuan komunikasi menjadi syarat utama bagi pejabat publik agar kebijakan yang dibuat tidak hanya baik secara substansi, tetapi juga dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh masyarakat.
Dengan pembelajaran ini, diharapkan pemerintahan Prabowo dapat semakin solid dan mampu menghadirkan kebijakan-kebijakan yang lebih baik dan lebih komunikatif di masa mendatang. (ANT)