Hampir 50% Warga Jakarta Golput, Kenapa?

Anggota KPPS menujukkan surat suara tidak sah saat penghitungan surat suara Pilkada DKI Jakarta 2024 di TPS 32 Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta, Rabu (27/11/2024). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/tom)
FAKTA.COM, Jakarta - Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2024 di Jakarta diwarnai dengan tingginya angka golongan putih (golput) atau masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya. Fenomena ini disebut sebagai golput tertinggi dalam sejarah Pilkada Jakarta sejak 2007 silam.
Angka partisipasi pemilih pada Pilgub DKI Jakarta 2024 hanya mencapai 4.357.512. Sementara itu, jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) mencapai 8.214.007. Artinya, partisipasi pemilih di Ibu Kota ada di angka 53,05 persen dan yang golput mencapai 46,95 persen.
“Artinya pemilih yang menyuarakan hak pilihannya itu kemudian tidak menjadi mayoritas. Menurut analisis kami, salah satu faktornya adalah adanya kejenuhan yang mungkin terjadi. Kejenuhan itu disebabkan karena jarak waktu pemilihan Pilpres-Pileg dan Pilkada terlalu berdekatan,” ujar Peneliti Perludem, Haykal dalam konferensi pers yang digelar di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, Kamis (28/11/2024).
Tak hanya itu, penurunan partisipasi tersebut juga semakin diperparah karena perilaku dan moral elite politik hingga pejabat negara yang sudah tidak memiliki rasa segan, malu, atau takut dalam cawe-cawe dan secara terang-terangan menunjukkan keberpihakan terhadap salah satu kandidat atau paslon di Pilkada 2024.
Selain itu, Haykal menilai bahwa tingginya angka golput di Jakarta menandakan adanya kegagalan mesin partai politik dalam menyuguhkan para calon yang dibutuhkan masyarakat. Menurutnya, pola itu sudah terbaca sejak awal pendaftaran paslon.
Lebih lanjut, faktor teknis seperti pengurangan TPS dalam Pilkada 2024 juga dapat menjadi faktor turunnya angka partisipasi masyarakat dalam memilih.
Berdasarkan pantauan Perludem di berbagai TPS pada wilayah Jakarta, angka partisipasi pemilih sangat rendah. Disebutkan dari 500 sampai 600 pemilih yang terdaftar DPT pada TPS, warga yang menggunakan hak pilihnya hanya sekitar 200 sampai 250an pemilih.
“Dan kalau kita melihat misalnya data dari Jaga Suara 2024, untuk pemilihan gubernur DKI Jakarta itu data yang masuk sudah 99,93 persen. Kalau kami hitung secara manual jumlah suara itu lebih kurang hanya 4,5 juta. Tentu ini menyebabkan terjadinya penurunan pemilih di dalam proses Pilkada kali ini,” katanya.
Haykal menilai tingginya angka golput di Jakarta pada Pilkada tahun ini harus menjadi bahan evaluasi para partai politik hingga penyelenggara pemilu. Menurutnya, angka partisipasi yang rendah ini akan berdampak pada kurangnya legitimasi paslon terpilih.