Kabinet Gemuk, Pakar Sebut Koordinasi Antarkementerian jadi Tantangan Terbesar Prabowo-Gibran

Kabinet Merah Putih tercatat sebagai kabinet tergemuk sejak Orba hingga Reformasi, dimana Prabowo melantik 48 menteri, 56 wakil menteri, dan 5 kepala lembaga.
FAKTA.COM, Purwokerto - Pakar kebijakan publik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof. Slamet Rosyadi memperkirakan masalah koordinasi antarkementerian menjadi tantangan terbesar dalam Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
"Ya, semakin banyak kementerian, tantangan koordinasinya juga semakin sulit. Ke depannya, tantangan yang dihadapi oleh pemerintah pusat terutama presiden untuk mengoordinasi kementerian itu makin besar, ya makin sulit koordinasinya," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (22/10/2024).
Bahkan, kata dia, tantangan dalam koordinasi tersebut juga akan dirasakan oleh pemerintah daerah karena ada sangat banyak kementerian.

Pakar kebijakan publik Unsoed Purwokerto, Prof. Slamet Rosyadi kritisi koordinasi antarkementerian Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran. ANTARA/HO-Unsoed
Pasalnya, ketika nomenklatur kementeriannya berubah, perlu ada penyesuaian-penyesuaian nomenklatur organisasi perangkat daerah (OPD) untuk memudahkan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
"Termasuk juga untuk alokasi sumber daya dari pusat ke daerah. Misalkan kalau ada resources yang akan dialokasikan ke daerah akan sulit kalau tidak ada nomenklatur yang diakomodasi di daerah," kata guru besar bidang administrasi pembangunan tersebut.
Meskipun jumlah kementeriannya cukup banyak karena mencapai 48 kementerian, dia mengatakan pemerintah daerah tidak perlu membuat nomenklatur OPD sesuai dengan jumlah kementerian yang ada karena dapat dilakukan melalui pola rumpun (perumunan) seperti yang telah berjalan selama ini. Dalam hal ini, perumpunan dilakukan dengan menggabungkan dinas atau instansi yang fungsinya saling berkaitan ke dalam satu OPD.
"Itu tergantung kebijakan masing-masing daerah. Tapi biasanya daerah itu kecenderungannya ya menggabungkan. Kita tahu kapasitas anggaran di daerah juga sangat terbatas, sehingga tidak mungkin memecah sesuai apa yang terjadi di pusat," jelas dia.
Akan tetapi, tambahnya, bidang yang paling penting seperti masalah pendidikan dasar merupakan urusan wajib pemerintah kabupaten/kota, pendidikan menengah merupakan urusan pemerintah provinsi, dan pendidikan tinggi merupakan urusan pemerintah pusat.
"Mau, tidak mau, birokrasi memang harus mengikuti arahan dari pusat. Yang penting tadi, mekanisme komunikasi dan koordinasinya jelas, sehingga tidak terjadi interpretasi yang berbeda antara pusat dan daerah," pungkas Prof. Slamet. (ANT)