FAKTA.COM, Jakarta – Fenomena pencalonan artis untuk Pilkada Serentak 2024 menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Banyak yang beranggapan, para artis dicalonkan hanya untuk mendongkrak popularitas.
Salah satu contoh kekuatan artis dalam Pemilu ialah kemenangan Komeng dalam Pileg DPD Jawa Barat 2024 lalu.
Pengamat politik Universitas Padjadjaran (Unpad), Firman Manan, menuturkan selain literasi pemilih, perlu juga untuk menjaring kader-kader partai politik yang ideal melalui pendidikan politik di dalam internal partai politik tersebut.
“Sampai hari ini proses rekrutmen, kaderisasi, termasuk seleksi untuk pengisian jabatan-jabatan publik melalui partai politik itu kan tidak ideal. Belum terinstitusionalisasikan dengan baik. Dalam beberapa kasus malah seperti shortcut,” kata Firman, ketika dihubungi Fakta, akhir pekan lalu.
Partai-partai politik, sambung Firman, mengambil jalan pintas dengan cara mengusung artis yang belum melalui proses kaderisasi. Bahkan, kata Firman, artis itu juga tidak paham bagaimana ideologi partai yang sebenarnya.
“Apa yang kemudian menjadi platform partai, apa yang harus diperjuangkan, apa yang menjadi karakteristik dari partai itu biasanya para artis ini tidak paham. Meskipun kita juga harus fair ada politisi yang latar belakangnya artis tapi sudah melalui proses kaderisasi yang cukup panjang di partai politiknya. Itu yang ideal,” ucap Firman.
Firman mencontohkan Rieke Diah Pitaloka sebagai salah satu politisi dari kalangan artis yang memiliki rekam jejak yang baik.
Rieke Diah Pitaloka alias Oneng merupakan politisi PDIP yang banyak memperjuangkan isu-isu publik, buruh, dan perempuan.
“Jadi kita juga tidak underestimate terhadap teman-teman yang berlatar belakang artis selama dia bisa menunjukkan kalau dia memperjuangkan isu-isu publik,” tutur Firman.
Selain itu, lanjutnya, ada juga Eros Djarot dan Nurul Arifin yang memahami bagaimana cara mengelola pemerintahan dengan baik.
Mereka berawal dari artis, kemudian bertransformasi dan berproses melalui kaderisasi hingga menjadi politisi.
“Teman-teman yang berlatar belakang artis itu kan punya hak politik untuk kemudian masuk mempertarungkan jabatan-jabatan publik,” katanya.
“Tapi ketika sudah masuk ke dalam arena politik, saya seringkali mengatakan mereka sudah memilih profesi menjadi politisi. Jadi seharusnya memang kemudian kita membayangkan mereka menjadi politisi yang ideal. Tidak lagi kemudian hanya mengandalkan latar belakangnya sebagai artis atau selebritas,” pungkas Firman.