FAKTA.COM, Jakarta – Sejumlah artis ikut meramaikan Pilkada Serentak 2024 pada November mendatang.
Mereka diusung oleh partai sebagai bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah seperti Marshel Widianto dan Nagita Slavina.
Marshel Widianto diwacanakan akan diusung oleh Partai Gerindra maju ke Pemilihan Walikota (Pilwalkot) Tangerang Selatan.
Sementara Nagita Slavina diwacanakan akan mendampingi Bobby Nasution di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumatra Utara.
Menanggapi fenomena ini, pengamat politik Firman Manan mengatakan memang merupakan hak bagi para artis untuk mencalonkan diri di Pilkada.
“Kalau bicara sistem demokrasi, semua individu punya hak politik termasuk untuk mencalonkan diri. Selama dia tidak terkena restriksi,” ujar Firman, saat dihubungi Fakta, akhir pekan lalu.
Pencalonan artis dalam Pilkada ini, sambung Firman, juga merupakan konsekuensi dari sistem pemilihan langsung.
“Seringkali yang menentukan itu kan variabel figur dibandingkan dengan partai politik pengusung. Popularitas itu menjadi salah satu modal awal untuk bisa terpilih,” papar dosen Universitas Padjadjaran (Unpad) itu.
Media Sosial
Firman menambahkan salah satu faktor yang dapat menentukan soal popularitas juga ialah penggunaan media sosial.
Media sosial, kata dia, digunakan oleh para politisi yang berasal dari kalangan artis sebagai alat untuk menyosialisasikan diri, terutama terhadap pemilih-pemilih muda.
“Memang yang jadi problem ketika artis-artis yang muncul itu sifatnya pencitraan, kemudian pemilih memilih berdasarkan penampilan fisik saja. Seharusnya pemilih lebih rasional, cerdas, dan bertanggung jawab terhadap calon pilihannya, perlu dilihat apakah artis-artis itu punya kompetensi, kualifikasi, kepemimpinan, dan nilai-nilai integritas yang cukup,” tutur Firman.
Firman menambahkan para artis yang baru terjun ke politik memiliki rekam jejak yang kurang dalam pemerintahan. Apalagi, posisi yang hendak diduduki merupakan jabatan yang strategis dalam pemerintahan.
Namun, mereka biasanya memiliki rekam jejak lain misalnya terlibat dalam aktivitas kemasyarakatan dan aktivitas sosial.
“Jadi kalau mau memilih artis, dilihat apakah artis itu bicara soal apa yang menjadi agenda kebijakan mereka? Apa yang mau mereka perjuangkan kalau kemudian mereka terpilih? Paham nggak apa yang menjadi persoalan publik yang kemudian harus mereka selesaikan?” ucap Firman.
“Jadi sekali lagi saya katakan, tidak ada yang salah memilih artis, tetapi tentu dengan pertimbangan yang komprehensif,” pungkasnya.