Pengamat Sebut Revisi UU TNI Bentuk Kemunduran Demokrasi

Ilustrasi TNI

FAKTA.COM, Jakarta - Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34/2004 tentang TNI yang menjadi kontroversi di masyarakat mendapat sorotan dari pengamat politik dari komunitas Cakra Wikara Indonesia, Yolanda Panjaitan.

Pasalnya, dalam revisi tersebut ada beberapa perubahan yang memungkinkan tentara aktif menduduki posisi-posisi penting di lembaga eksekutif. Menurut Yolanda, hal tersebut merupakan bentuk penyelewengan terhadap demokrasi.

"Ini merupakan salah satu contoh dari doktrin dwifungsi ABRI yang seharusnya dihapuskan karena tidak sesuai dengan agenda Reformasi," ujar Yolanda, saat dihubungi fakta, Kamis (13/6/2024).

Padahal, sambung Yolanda, tujuan penghapusan dwifungsi ABRI adalah mengembalikan militer kepada fungsinya yang seharusnya, yaitu pertahanan negara. Militer sepatutnya menjaga negara dari ancaman eksternal (external threats).

“Pada dasarnya di dalam sistem politik, di dalam pemerintahan, militer itu kenapa harus dikembalikan ke barak dan militer seharusnya tunduk di bawah kekuasaan sipil, karena mereka punya resources atau sarana prasarana yang berpotensi menyebabkan kekerasan," paparnya.

Respons Pernyataan Prabowo, TNI Siap Kirim Pasukan Perdamaian ke Palestina

Yolanda mengatakan tidaklah benar bahwa rencana revisi Undang-Undang TNI dimaksudkan untuk memperkuat posisi TNI menjadi multifungsi TNI.

“"Harus dipertegas memperkuat fungsi TNI itu dalam ranah apa. Seharusnya penguatan di alutsistanya, bukan penguatan dengan menduduki jabatan-jabatan sipil," ucap Yolanda.

Dwifungsi ABRI sendiri merupakan doktrin pada masa Orde Baru untuk melegitimasi sangat dominannya kekuasaan militer pada jabatan sipil. Menurut Yolanda, saat ini praktik dwifungsi ABRI masih kerap terjadi.

“Penghapusan dwifungsi ABRI itu hanya sebutan saja, hanya jargon saja, tapi tidak dilaksanakan dengan benar hingga saat ini,” ungkapnya.

Misalnya, kata Yolanda, banyak daerah yang masa jabatannya sudah berakhir sebelum Pilkada 2024, diisi oleh penjabat dari militer.

"Jadi mau sebutannya dwifungsi ABRI, multifungsi TNI, itu sama saja tidak sesuai dengan prinsip demokrasi," tutur Yolanda.

Yolanda menegaskan revisi Undang-Undang TNI justru merupakan bentuk kemunduran demokrasi.

"Karena prinsip demokrasi itu adalah militer harus tunduk di bawah kekuasaan sipil," pungkas Yolanda.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//