152 WNI Dideportasi dari Saudi, Langgar Izin Tinggal & Kerja Ilegal

152 WNI deportasi dari Arab Saudi tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, dengan penerbangan komersial, Kamis (1/5/2025). ANTARA/HO-Kemlu RI
FAKTA.COM, Jakarta - Sebanyak 152 warga negara Indonesia (WNI) deportasi dari Arab Saudi. Mereka dianggap melanggar izin tinggal dan bekerja secara nonprosedural di negara tersebut.
Dari total 152 WNI, terdapat 130 perempuan, 13 laki-laki dan 9 anak-anak atau balita yang sebagian besarnya berasal dari provinsi dengan angka migrasi tinggi seperti Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI mengakui telah dihubungi pihak Saudi dan berkoordinasi intensif untuk pemulangan para WNI itu. Mereka pun telah tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, dengan penerbangan komersial pada Kamis (1/5/2025).
Sebagian besar dari mereka merupakan pekerja migran Indonesia (PMI) yang bekerja secara non-prosedural dan kemudian menghadapi masalah hukum dan keimigrasian di Arab Saudi, sehingga ditahan di fasilitas detensi imigrasi (Tarhil) Syumaisi di Makkah.
Kemenlu mengungkapkan, sejak awal 2025 pemerinah sudah memfasilitasi pemulangan setidaknya 1.304 WNI yang melanggar izin tinggal di Arab Saudi. Mereka terbagi dalam tujuh gelombang repatriasi.
Kemlu RI turut mengimbau supaya para WNI yang hendak bekerja di luar negeri untuk mengikuti prosedur resmi yang berlaku demi menghindari risiko hukum dan pelanggaran keimigrasian di negara tujuan.
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) Abdul Kadir Karding, pada 15 Maret 2025, mengungkapkan bahwa sekitar 70 persen Pekerja Migran Indonesia (PMI) nonprosedural yang ada di negara Timur Tengah adalah perempuan.
Ia mengatakan, kondisi tersebut akan menjadi perhatian penuh pemerintah dalam menangani dan mengatasi kasus-kasus pekerja migran ilegal.
"Jadi, sekarang ini kementerian sedang buat profil dan kita sudah berkoordinasi dengan polisi, BIN, TNI dan imigrasi. Kemarin, kita sudah membentuk meja khusus perlindungan pekerja migran Indonesia dan TPPO (tindak pidana perdagangan orang)," ungkapnya. (ANT)