Tarif untuk China tak akan Setinggi 145 Persen, Trump Melunak?

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bertemu Presiden China, Xi Jinping, di KTT G20 Osaka, Jepang, Sabtu (29/6/2019). Foto: Dok. Kemenlu China
FAKTA.COM, Jakarta - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, siap menurunkan tarif yang dikenakan kepada Tiongkok. Trump yakin bahwa AS dan Tiongkok akan mencapai kesepakatan perdagangan dalam diskusi di masa datang.
Pernyataan itu dilontarkan Trump kepada wartawan di Ruang Oval, Gedung Putih, Washington, Selasa (22/4/2025), setelah Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, sebelumnya mengatakan bahwa perang tarif antara AS dan China tampaknya tidak akan dilanjutkan.
Trump mengatakan tarif terhadap Tiongkok akan turun substansial, tidak akan bertahan pada level saat ini. Bahkan, tarif sebesar 145 persen yang sempat diucapkan Trump dinilainya sangat tinggi.
"(Tarif) 145 persen sangat tinggi, dan tidak akan setinggi itu," kata Trump. "Tidak akan mendekati angka itu. Tarifnya akan turun secara substansial. Tetapi tarifnya tidak akan nol (persen). Dulu nol, kami hancur begitu saja. Tiongkok mempermainkan kami," lanjut Trump.
Donald Trump diketahui sempat menaikkan tarif atas impor Tiongkok 145 persen yang kemudian mendorong China menerapkan tarif balasan kepada AS yang mencapai 125 persen. Gara-gara itu, Trump geram sehingga menaikkan lagi tarifnya menjadi 245 persen.
Meski perang tarif tampaknya sudah mencapai puncaknya, namun kedua negara belum juga berencana untuk bernegosiasi. China kukuh meminta AS untuk tidak memberlakukan tarif sehingga Tiongkok tak akan lagi membalasnya.
Presiden AS Donald Trump menanggapi sinis pertemuan Presiden China Xi Jinping dan pemimpin Vietnam di Hanoi, Senin (14/4/2025). Trump menuding pertemuan itu sebagai taktik untuk “menipu” dan merugikan Amerika Serikat secara ekonomi. Meski menyatakan tidak menyalahkan, Trump… pic.twitter.com/FJiRflYNjG
— Faktacom (@Faktacom_) April 15, 2025
Namun, Negeri Paman Sam bersikeras meminta China untuk segera bernegosiasi karena menganggap selama ini Tiongkok telah merugikan AS. Bukan hanya dalam perdagangan, tapi juga terkait masalah fentanyl.
"Mereka harus membuat kesepakatan, karena jika tidak, mereka tidak akan dapat bertransaksi di Amerika Serikat. Jadi kami ingin mereka terlibat, tetapi mereka harusm dan negara-negara lain harus, membuat kesepakatan," kata Trump.
Beberapa waktu lalu, Pemerintahan Trump membebaskan tarif tinggi terhadap produk telepon pintar, komputer, semikonduktor, dan barang elektronik lainnya dari China.
AS hanya menyisakan tarif 20 persen atas barang-barang itu yang dikenakan sebagai tanggapan atas isu fentanyl yang dituduhkan bersumber dari Tiongkok. AS mengatakan bahwa Langkah tersebut hanya bersifat sementara.
Trump bakal bebaskan tarif impor untuk produk elektronik dari China, termasuk iPhone dan semikonduktor. Langkah ini disebut agar perusahaan punya waktu pindahkan produksi ke AS, demi kurangi ketergantungan dari China.#TarifImporAS #EkonomiGlobal pic.twitter.com/doa720v22C
— Faktacom (@Faktacom_) April 14, 2025
Sekretaris pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, di hari yang sama, mengatakan lebih dari 100 negara telah menghubungi AS untuk memulai perundingan perdagangan setelah Trump mengumumkan tarif universal awal bulan ini.
Sebanyak 18 negara telah mengajukan proposal negosiasi tarif, salah satunya Indonesia yang sebelumnya dikenakan tarif resiprokal 32 persen. Namun, China tidak termasuk di antara negara-negara yang meminta berunding dengan AS.
Sebaliknya, China menentang keras upaya negara lain yang membuat kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat dan berencana mengorbankan China. Beijing memperingatkan bahwa negara yang mendekat ke AS sekaligus menjauhi China bakal kena tindakan balasan.
Hal itu diucapkan China melalui keterangan Kementerian Perdagangan, Senin (21/4/2024), menanggapi isu yang beredar bahwa Pemerintah Trump akan menekan negara lain untuk membatasi perdagangan dengan China sebagai imbalan penurunan atau penghapusan tarif dari AS.
"Tiongkok dengan tegas menentang pihak mana pun yang mencapai kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan Tiongkok," kata juru bicara Kementerian Perdagangan China dalam sebuah pernyataan dikutip dari CNA, Senin. (USAToday/NYPost)