Fakta.com

Tamil vs Hindi, saat Perang Bahasa Memanaskan Politik India

Perdana Menteri India, Narendra Modi, dan Kepala Pemerintahan Tamil Nadu, MK Stalin. Foto: India Today

Perdana Menteri India, Narendra Modi, dan Kepala Pemerintahan Tamil Nadu, MK Stalin. Foto: India Today

Google News Image

FAKTA.COM, Jakarta - Dalam sebuah rapat umum di Tamil Nadu, Perdana Menteri India, Narendra Modi, berceloteh tentang bahasa Tamil. Pemimpin Partai Bharatiya Janata itu meledek para pemimpin pemerintah negara bagian Tamil Nadu yang tengah menggelorakan kebanggaan terhadap bahasa Tamil.

“Para menteri dari Tamil Nadu ini berbicara tentang kebanggaan akan bahasa mereka, tetapi selalu menulis surat kepada saya dan menandatanganinya dalam bahasa Inggris. Mengapa mereka tidak menggunakan bahasa Tamil? Di mana kebanggaan mereka terhadap bahasa Tamil?”

Begitu ejekan Modi pada akhir pekan lalu. Ditujukan kepada pejabat pemerintah negara bagian Tamil Nadu dari partai regional Dravida Munnetra Kazhagam (DMK).

Modi keturunan Hindu Gujarat. Ia kini memimpin negeri India, negeri yang disebutnya sebagai Bharat, yang rawan konflik ras. Bukan cuma soal agama, India tak jarang panas gara-gara ego kesukuan.

Teranyar, India selatan sedang mengalami tensi tinggi. Soal bahasa. Bahkan, mereka menyebutnya 'perang bahasa.'

Muthuvel Karunanidhi Stalin atau biasa disingkat MK Stalin, Presiden partai politik DMK sekaligus Kepala Menteri Tamil Nadu, menuduh pemerintah federal pimpinan Modi tengah membunuh bahasa daerah, khususnya bahasa Tamil, dengan perlahan.

MK Stalin menuduh New Delhi berupaya membunuh bahasa daerah melalui Kebijakan Pendidikan Nasional (NEP). Dalam aturan itu, Stalin menyoroti pasal yang merekomendasikan agar pelajar di seluruh negara bagian mempelajari tiga bahasa. Dua bahasa harus asli India, satunya lagi bahasa Inggris.

Kebijakan itu tidak menyebutkan secara spesifik dua bahasa asli India yang wajib dipelajari. Tapi, Stalin menduga salah satu bahasa yang dimaksud kebijakan itu, dan wajib dipelajari, ialah Hindi.

MK Stalin menyebut upaya ini sebagai 'pemaksaan bahasa Hindi.' Menurutnya, adopsi paksa bahasa Hindi di daerah bukan penutur aslinya telah menghapus banyak bahasa daerah.

Ia mengungkapkan sedikitnya 25 bahasa asli India bagian utara lenyap dalam 100 tahun gara-gara pemaksaan Hindi. Meskipun, data yang Stalin ungkapkan belum bisa dikonfirmasi.

"Dorongan untuk identitas Hindi yang monolitik adalah dengan membunuh bahasa-bahasa kuno. Uttar Pradesh dan Bihar tidak pernah menjadi 'jantung bahasa Hindi.' Bahasa asli mereka sekarang adalah peninggalan masa lalu," kata Stalin dalam sebuah pernyataan pada Februari 2025.

Sejatinya, NEP diperkenalkan oleh pemerintahan PM Modi sejak lima tahun lalu, atau 2020. NEP kemudian dilaksanakan secara bertahap di negara-negara bagian.

Pemerintahan negara bagian diwajibkan untuk menyetujui NEP dengan tandatangan dari pemimpinnya. Namun, hingga kini, MK Stalin tidak mau meneken NEP 2020.

"Jika negara bagian (Tamil Nadu) menyerahkan haknya untuk 2.000 crore (20 miliar) rupee (dana Pendidikan, red), masyarakat Tamil akan mundur 2.000 tahun."

"Muthuvel Karunanidhi Stalin tidak akan pernah melakukan dosa seperti itu (meneken NEP)."

Pengamat pendidikan di India melihat bahwa Kebijakan awal NEP 2020 memang mewajibkan Hindi diajarkan di seluruh sekolah sebagai bahasa persatuan.

Politik Pendidikan lewat Kewajiban Belajar Bahasa

Setidaknya, formulanya begini; negara-negara bagian yang berbahasa Hindi di India utara diharuskan mengajarkan bahasa Hindi, bahasa Inggris, dan bahasa India ketiga di sekolah, yang sebaiknya mempelajari bahasa dari India selatan. Adapun negara-negara bagian yang tidak berbahasa Hindi diharuskan mengajarkan bahasa lokal, bahasa Hindi, dan bahasa Inggris.

Ide di balik formula tiga bahasa tersebut dilaporkan untuk mendorong bahasa Hindi sebagai bahasa penghubung. Terlebih, Jazirah India merupakan salah satu rumah bagi banyak Bahasa. Setidaknya, konstitusi India mengakui 121 bahasa, termasuk 22 bahasa sebagai bahasa resmi.

Hindi, salah satu bahasa resmi di India, digunakan secara luas oleh 520 juta penutur, atau hampir 43 persen dari total populasi, menurut sensus terakhir yang diadakan pada tahun 2011. Menurut Bahasa Tamil berada di posisi kelima, digunakan oleh 69 juta orang, atau 5,7 persen dari populasi.

"NEP merupakan ancaman langsung terhadap masa depan anak-anak kita. Kami tidak menentang bahasa apa pun. Namun, kami akan selalu menolak segala upaya untuk memaksakan suatu bahasa kepada kami," kata MK Stalin dalam satu kesempatan terpisah.

Ayesha Kidwai, seorang ahli bahasa dan profesor di Universitas Jawaharlal Nehru (JNU) di New Delhi, mengatakan sudah sejak lama para pendiri India memandang bahasa dan budaya sebagai ancaman potensial bagi persatuan negara mayoritas Hindu itu. Lebih-lebih, dalam sejarahnya, India terus memaksakan Hindi sebagai bahasa utama.

"Formula tiga bahasa tidak pernah diterapkan dengan mempertimbangkan pendidikan anak-anak, tetapi untuk mengatasi penutur yang menolak menerima pemaksaan bahasa Hindi," kata Kidwai kepada Aljazeera.

Peggy Mohan, seorang ahli bahasa yang telah menulis buku tentang evolusi bahasa dari generasi ke generasi di Asia Selatan, mengatakan posisi bahasa di India memang telah menjadi salah satu senjata penting untuk memenangkan kekuasaan.

Bahasa yang paling banyak dipakai menjadi kekuatan penting untuk memenangkan permainan politik. “Bahasa adalah permainan kekuasaan. Dan ketika permainan itu dimainkan, Bahasa bukan lagi sekadar alat komunikasi. Ini tentang kekuatan,” katanya.

Kidwai, ahli bahasa di JNU, pun mengamini pandangan itu. Ia menyebut pemerintahan Modi bisa memaknai kekuatan memainkan bahasa.

Tamil Nadu si Anti-Hindi

Tamil Nadu merupakan salah satu negara bagian terbesar dan terpadat di selatan India. Berbeda dengan Hindi yang merupakan cicit dari Indo-Arya di India utara, Tamil Nadu sebagian besar mempertahankan identitas Dravida sejak perjuangan pembebasan India dari Inggris hingga kini.

Gerakan-gerakan rakyat pada awal abad ke-20 mencerminkan bagaimana 'nasionalisme Tamil' digelorakan dengan lantang. Salah satu tokoh yang yang terkenal menggelorakan ideologi itu yakni EV Ramasamy, yang dikenal sebagai Periyar, atau “orang yang dihormati” dalam bahasa Tamil.

“Tamil Nadu berkembang cukup lama, sejak tahun 1930-an, menjadi apa yang disebut sebagai nasionalisme Tamil. Orang-orang ingin bangga dengan bahasa mereka dan itu membantu memobilisasi orang-orang,” kata E Annamalai, seorang ahli bahasa Tamil terkemuka, yang telah mempelajari dan mengajar bahasa Tamil selama lebih dari enam dekade.

Di Tamil Nadu, protes anti-Hindi besar pertama meletus pada tahun 1937, ketika India masih di bawah kekuasaan kolonial Inggris. Saat itu pun, pemerintah provinsi kolonial yang dipimpin Kongres mewajibkan bahasa Hindi di sekolah-sekolah.

Protes anti-Hindi itu berlangsung lebih dari dua tahun, dengan lebih dari 1.200 orang dipenjara, sebelum Inggris membatalkan perintah yang mewajibkan bahasa Hindi. Kejadian serupa terulang pada 1948, Ketika India sudah merdeka.

Dan, banyak negara bagian selain Tamil Nadu juga menentang pengajaran wajib dalam bahasa Hindi berdasarkan kebijakan pendidikan tahun 1968.

Gara-gara bahasa juga, pada 1953, Tamil Nadu kehilangan wilayah yang kini menjadi negara bagian Andhra Pradesh. Polemiknya dimulai ketika penutur Bahasa Telugu tak mau berada di bawah kekuasaan orang Tamil.

Problem bahasa inilah yang kemudian menjadi pola pemetaan wilayah di India. Batas-batas negara bagian digambar ulang, sebagian besar berdasarkan siapa yang berbicara bahasa apa.

"Untuk mobilisasi politik, bahasa menjadi alat, penanda identitas. Jadi, apa yang disebut 'perang bahasa' bukanlah linguistik semata, tetapi alat untuk mengatasi keluhan politik atau ekonomi," kata Annamalai. (Aljazeera/IndianToday/TimesofIndia)

Trending

Update News