Prancis akan Akui Negara Palestina pada Juni 2025

Presiden Prancis Emmanuele Macron bersama Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Paris, Prancis, 6 Juli 2017. Foto: X.com/EmmanuelMacron
FAKTA.COM, Jakarta - Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengatakan negaranya kemungkinan akan mengakui Palestina sebagai negara berdaulat pada Juni 2025 saat sebuah konferensi internasional yang digelar Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
"Kita perlu membuat pengakuan (Negara Palestina). Tujuan kita adalah menjadi ketua bersama dalam sebuah konferensi dengan Arab Saudi pada Juni, di mana kita bisa menyelesaikan pengakuan ini," kata Macron kepada stasiun televisi France 5, Rabu (9/4/2025).
Saat ini, 140 lebih negara dari 193 anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengakui negara Palestina. Prancis merupakan salah satu negara yang belum mengakui kedaulatan negara Palestina, selain juga Amerika Serikat, Inggris, Australia, Kanada, Jerman, Jepang, Korea Selatan, dan masih banyak negara lainnya.
"Saya tidak melakukan ini untuk menyenangkan siapa pun. Saya akan melakukannya karena suatu saat nanti, itu meupakan Tindakan yang benar," kata Macron.
Two million people trapped with no access to aid or assistance. Tens of thousands of dead people. The wounded. Orphans. This is the reality in Gaza today. pic.twitter.com/8BpYyyDpUm
— Emmanuel Macron (@EmmanuelMacron) April 8, 2025
Menurut Macron, adalah tindakan adil untuk mengakui kedaulatan negara Palestina, di sisi lain juga mengakui keberadaan negara Israel. Cara ini, kata Macron, akan memungkinkan Prancis untuk melawan negara atau kelompok yang menolak hak Israel untuk eksis.
"Saya akan melakukannya karena saya pikir pada suatu saat nanti hal itu akan adil. Saya juga ingin berpartisipasi dalam dinamika kolektif, yang juga memungkinkan semua pihak yang membela Palestina untuk mengakui Israel pada gilirannya, yang banyak dari mereka tidak melakukannya," lanjutnya.
Prancis akan memimpin konferensi PBB dengan Arab Saudi selama dua hari pada Juni 2025 di New York, AS, yang bertujuan untuk mengadvokasi solusi dua negara.
Pada 8 April, Macron juga melakukan pertemuan dengan Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi dan Raja Yordania, Abdullah bin Husein II. Mereka bersepakat untuk mendorong perdamaian di Palestina.
Jordanie, Égypte et France.
— Emmanuel Macron (@EmmanuelMacron) April 7, 2025
Main dans la main pour dire ensemble que la voie de la paix est la seule possible. pic.twitter.com/CWIVGayqI7
Sedikit menilik sejarah, Majelis Umum PBB pada tahun 1947 melakukan pemungutan suara untuk membagi wilayah Palestina secara keseluruhan menjadi dua negara yakni negara Arab dan negara Yahudi. Adapun kedudukan Yerusalem berada di bawah pengelolaan khusus internasional.
Pembagian wilayah itu tadinya akan dilaksanakan pada Mei 1948, ketika mandat Inggris atas Palestina berakhir. Sayangnya, rencana tersebut gagal yang kemudian terbentuk hanyalah negara Yahudi bernama Israel.
Karena itu, jargon solusi dua negara hingga kini masih digaungkan untuk meredam konflik perebutan 'tanah perjanjian' itu.
Pasalnya, kaum Yahudi dari berbagai titik, terutama Eropa, terus melakukan ekspansi ke wilayah Palestina yang kini diduduki Israel sehingga menimbulkan konflik berkepanjangan.
Konflik yang kemudian diakui beberapa negara sebagai genosida itu masih terus berlangsung, terlebih di Jalur Gaza, wilayah terpisah Palestina dekat pesisir Laut Mediterania di perbatasan Sinai, Mesir.
Setidaknya serangan Israel yang lebih intensif sejak pecah konflik dengan Hamas 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 50 ribu warga Palestina di Gaza dan membuat 1,9 juta orang mengungsi. Tak ada lagi bangunan di Gaza, kecuali puing-puing dan nasib manusia yang porak poranda. (Euronews/France24/The Times of Israel)














