Hamdan Ballal, Sineas Palestina Peraih Oscars Dibebaskan Israel

Hamdan Ballal, salah satu sutradara film dokumenter No Other Land yang sempat ditangkap dan dianiaya Israel. Foto: europeanfilmacademy
FAKTA.COM, Jakarta - Hamdan Ballal, salah satu sutradara film dokumenter No Other Land dikabarkan telah bebas dari penangkapan militer Israel. Ballal dibebaskan setelah mendekam di kantor polisi Kiryat Arba, Israel, Rabu (26/3/2025).
Insiden penganiayaan tersebut terjadi di Desa Susya, wilayah Hebron yang diduduki Israel di Tepi Barat. Salah satu saksi mata insiden itu ialah Basel Adra, salah satu sineas No Other Land yang meraih Piala Oscars 2025 itu.
Menurut Adra, sedikitnya 12 orang bertopeng dan bersenjata, diduga pemukim Israel, menyerang warga setempat. Adra menuturkan bahwa pemukim Israel mulai menyerang desa sesaat setelah warga berbuka puasa Ramadan.
Salah satu pemukim yang dikenal sering menyerang desa datang bersama tentara Israel ke rumah Ballal. Saat Ballal keluar, ia langsung dikeroyok, bahkan sempat diacungkan senjata. Ballal dipukuli hingga sang istri mendengar teriakan tak berdaya dari Ballal.
Saat militer Israel mengarahkan senjata mereka ke arah warga Palestina, para pemukim terus melemparkan batu.
“Kami baru saja kembali dari Oscars, dan sejak itu, setiap hari ada serangan yang terjadi kepada kami,” ujar Basel Adra, rekan Ballal yang menyaksikan insiden di tempat kejadian perkara, dikutip dari Al-Arabiya, Selasa (25/03/2025).
@fakta_pangea Israel kembali mengerahkan tank militernya ke Tepi Barat sejak 23-24 Februari 2025, pertama kali sejak 2005. Keberadaan tank-tank ini memicu perlawanan warga Palestina, termasuk di Jenin. Menteri Pertahanan Israel, Yoav Katz, menyatakan langkah ini bertujuan mencegah kembalinya penduduk Palestina dan kebangkitan terorisme, dengan rencana pengerahan selama satu tahun ke depan. #IsraelPalestina ♬ original sound - Fakta Pangea
Nahas bagi Ballal, usai diserang dan dianiaya, ia justru ditangkap oleh militer Israel untuk kemudian ditahan bersama dua warga Palestina lainnya.
Usai disiksa, Ballal dibawa keluar dalam keadaan tangan diborgol dan mata tertutup. Adra mengungkapkan bahwa saat pagi tiba, darah Ballal masih terlihat berceceran di depan rumahnya.
Militer Israel mengklaim bahwa Ballal dan dua warga Palestina itu ditangkap karena diduga melempar batu ke arah pasukan. Namun, saksi mata membantah klaim tersebut seraya menegaskan justru pemukim Israel yang lebih dulu melakukan penyerangan.
Saat dibebaskan, Ballal mengalami luka-luka bekas disiksa di sekitar wajahnya. Hamdan Ballal bersaksi bahwa ia dan warga Palestina lainnya mengalami serangan dan penahanan. Akibat dari serangan yang dialaminya, mereka dibawa ke rumah sakit terdekat.
"Mata saya ditutup dan berada dalam sekapan di ruangan, bahkan saya tak tau saya berada di mana. Saya hanya mendengar sekelompok militer menertawakan saya," ujar Ballal.
Ballal pun mengakui bahwa dirinya dipaksa tidur dalam pangkalan militer dibawah ruangan pendingin udara yang sangat dingin. Pengacara Lea Tsemel menambahkan para korban penganiayaan dan penahanan hanya mendapatkan sedikit perawatan untuk luka di sekujur tubuh yang mereka dapatkan.
@fakta_pangea Tentara Israel terus memperluas operasi militer di Tepi Barat, kini menargetkan kamp pengungsian di Tulkarem setelah menyerang Jenin. Warga Palestina dilaporkan digunakan sebagai tameng manusia, sementara wilayah tersebut dijadikan barak militer. Dalam sepekan terakhir, serangan Israel telah menewaskan sedikitnya 18 warga Palestina dan melukai 50 lainnya. #Palestina #TepiBarat ♬ original sound - Fakta Pangea
Dokumenter Penderitaan Warga Palestina
No Other Land adalah film dokumenter yang mengangkat perjuangan warga sebuah desa bernama Masafer Yatta dalam menghadapi penggusuran militer Israel. Film ini disutradarai oleh dua warga Palestina, Hamdan Ballal dan Basel Adra, bersama dua sutradara Israel, Yuval Abraham dan Rachel Szor.
Sejak debutnya di Festival Film Internasional Berlin 2024, No Other Land meraih banyak penghargaan, termasuk Piala Oscar 2025 untuk kategori Dokumenter Terbaik.
Namun, film ini juga memicu kontroversi, terutama di kalangan pendukung kebijakan Israel. Sebuah bioskop di Miami Beach bahkan menghadapi ancaman pencabutan izin setelah menayangkan film tersebut. (Al Arabiya/Aljazeera)














