Ditekan AS, Zelenskyy Sepakati Permintaan Putin

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy terlibat adu mulut dalam pertemuan di Gedung Putih, Washington, AS, Jumat (28/2/2025). Foto: Potongan video White House
FAKTA.COM, Jakarta - Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, dipastikan sepakat gencatan senjata parsial dengan tidak menyerang infrastruktur energi yang diusulkan Presiden Rusia, Vladimir Putin, kepada Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Tetapi, Zelenskyy menginginkan lebih banyak rincian kesepakatan itu terlebih dahulu. Zelenskyy sepakat dengan gencatan senjata fasilitas energi karena sekitar 80 persen infrastruktur energi Ukraina telah dihancurkan oleh bom Rusia.
Zelenskyy pun mengaku jika Kyiv telah membalas dengan melakukan serangan pesawat nirawak dan rudal ke wilayah Rusia yang menargetkan fasilitas minyak dan gas.
Meski sepakat dengan hasil pembicaraan Trump dan Putin, Zelenskyy kemudian menuduh Putin menolak gencatan senjata menyusul serangkaian serangan pesawat nirawak Rusia di Ukraina, Selasa. Zelenskyy menerangkan tempat-tempat yang menjadi sasaran serangan Rusia di antaranya sebuah rumah sakit di Sumy, dan fasilitas pasokan listrik di Slovyansk.
"Sayangnya, ada serangan, khususnya pada infrastruktur sipil," kata Zelensky di X. "Hari ini, Putin secara efektif menolak usulan untuk gencatan senjata penuh," kata Zelenskyy yang tiba di Helsinki, Finlandia, untuk kunjungan resmi pada Selasa.
AS melalui Penasihan Keamanan Nasional Mike Waltz dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio dalam sebuah pernyataan yang dirilis Gedung Putih, Rabu (19/3/2025), pun mengonfirmasi bahwa Zelenskyy sepakat dengan gencatan senjata energi itu.
"Mereka (Ukraina) sepakat ini bisa menjadi langkah pertama menuju akhir perang sepenuhnya dan memastikan keamanan. Presiden Zelenskyy berterima kasih atas kepemimpinan Presiden dalam upaya ini dan menegaskan kembali kesediaannya untuk mengadopsi gencatan senjata penuh," kata keduanya.
Pengumuman itu dibuat setelah Trump dan Zelenskyy melakukan pembicaraan melalui telepon, Rabu. "(Trump dan Zelenskyy) sepakat Ukraina dan Amerika terus bekerja sama untuk mengakhiri perang secara nyata, dan bahwa perdamaian abadi di bawah kepemimpinan Presiden Trump dapat dicapai," bunyi pernyataan Gedung Putih.
Zelenskyy dikabarkan meminta sistem pertahanan udara tambahan untuk melindungi warga sipilnya, khususnya sistem rudal Patriot. Namun, belum diketahui apakah Trump menyetujui itu. Trump hanya bilang akan mencari apa yang tersedia di Eropa.
Ketika ditanya apakah Trump akan menghentikan dukungan militer dan intelijen AS untuk Ukraina, juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan berbagi data intelijen dengan Ukraina akan terus dilanjutkan.
Sebelumnya, dalam sebuah panggilan telepon, Putin menolak gencatan senjata penuh selama 30 hari terkait perang dengan Ukraina. Putin dikabarkan hanya setuju untuk menghentikan serangan terhadap infrastruktur energi, dalam pembicaraannya dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, via telepon, Selasa (18/3/2025).
Ia menolak gencatan senjata penuh lantaran hingga saat ini Ukraina masih mendapat bantuan militer dan diberi akses untuk mendapatkan informasi intelijem oleh sejumlah negara. Putin menegaskan akan menyepakati gencatan senjata komprehensif jika bantuan-bantuan untuk Ukraina itu berakhir.
Trump pun sepakat dengan kemauan Putin. Menurutnya, kesepakatan itu menjadi salah satu hal yang sangat bagus dan produktif di tengah banyaknya elemen kontrak perdamaian yang dibahasnya dengan Putin.
"Kami sepakat untuk segera melakukan gencatan senjata di (fasilitas) energi dan infrastruktur, dengan pemahaman bahwa kami akan bekerja cepat untuk melakukan gencatan senjata lengkap dan, pada akhirnya, mengakhiri perang yang sangat mengerikan antara Rusia dan Ukraina ini," kata presiden AS di Truth Social.
Dalam sebuah rilis, Gedung Putih juga menekankan bahwa kedua pemimpin sepakat gerakan menuju perdamaian akan dimulai dengan gencatan senjata energi dan infrastruktur. Kesepakatan itu nantinya diikuti oleh negosiasi mengenai gencatan senjata maritim di Laut Hitam, gencatan senjata penuh, hingga perdamaian permanen.
Di Moskow, Kremlin menyebut pembicaraan Putin-Trump via panggilan telepon itu mencatat serangkaian masalah penting seputar penegakan perjanjian dengan Kyiv. Bagi Rusia, berakhirnya dukungan militer dan intelijen asing untuk Ukraina merupakan syarat utama yang wajib terpenuhi.
Trump dan Putin pun sepakat untuk segera melakukan pembicaraan tingkat teknis menuju penyelesaian jangka panjang. Menurut Kremlin, dialog itu harus "kompleks, stabil, dan bersifat jangka panjang".
Namun, tidak jelas apakah ini berarti negosiasi lebih lanjut antara AS dan Rusia, atau pembicaraan bilateral antara Rusia dan Ukraina.
AS juga menegaskan akan terus mengajak Rusia untuk melakukan pembicaraan terkait pengakhiran perang Rusia-Ukraina. Selanjutnya, AS dan Rusia dijadwalkan melakukan pembicaraan pada Minggu (23/3/2025) di Jeddah, Arab Saudi, kata utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff. (Anadolu/Politico/Euronews/BBC)














