Fakta.com

Populasi Korsel Terus Turun, Puluhan Sekolah Ditutup

Orientasi siswa baru diadakan di SD Seochang, Namdong-gu, Incheon, pada 7 Januari 2025. Foto: Newsis via Korea Herald

Orientasi siswa baru diadakan di SD Seochang, Namdong-gu, Incheon, pada 7 Januari 2025. Foto: Newsis via Korea Herald

Google News Image

FAKTA.COM, Jakarta - Sebanyak 49 sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah atas di 17 kota dan provinsi Korea Selatan akan ditutup tahun ini. Penutupan dilakukan karena sudah tidak ada murid yang belajar di sana akibat penurunan populasi usia sekolah.

Menurut data pemerintah, yang disiarkan Korea Herald, Minggu (23/2/2025), jumlah sekolah yang ditutup karena kekurangan siswa telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pada periode 2023, terdapat 22 sekolah yang ditutup akibat kekosongan murid. Sementara pada 2024 meningkat menjadi 33 sekolah.

Menurut data dari Kementerian Pendidikan Korsel itu, sebanyak 88 persen sekolah yang dijadwalkan ditutup pada akhir tahun ini berada di daerah pedesaan.

Sekolah-sekolah yang terancam ditutup berada di Provinsi Gyeonggi dengan 6 sekolah, Provinsi Jeolla Selatan (10 sekolah), Provinsi Chungcheong Selatan (9 sekolah), Provinsi Jeolla Utara (8 sekolah), dan Provinsi Gangwon (7 sekolah), dan sembilah sekolah yang tersebar di daerah lain.

Dari 49 sekolah yang akan ditutup, 38 di antaranya merupakan sekolah dasar, yang merupakan sekolah mayoritas, sementara delapan lainnya adalah sekolah menengah pertama dan tiga sekolah menengah atas.

Data tersebut juga mengungkapkan bahwa sekolah dasar di daerah pedesaan beberapa provinsi menghadapi tantangan karena kurangnya pendaftaran siswa baru.

Sebanyak 42 sekolah di Provinsi Gyeongsang Utara tidak memiliki siswa kelas satu yang akan mendaftar pada Maret 2025. Di Provinsi Jeolla Selatan, jumlah sekolah dasar tanpa pendaftaran murid baru juga mencapai 32 sekolah, adapun di Provinsi Jeolla Utara mencapai 25 sekolah, dan di Provinsi Gangwon mencapai 21 sekolah.

Penurunan populasi di Korea Selatan bisa dilihat dari data tingkat kesuburan yang terus menurun. Menurut data pemerintah yang dilaporkan lembaga Morgan Stanley, tingkat kesuburan Korsel mencapai rekor terendah dunia pada 2023, yakni sebesar 0,72 anak per wanita.

Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat kelahiran anak di Korsel antara lain karena turunnya angka pernikahan dan meningkatnya keengganan warga Korea memiliki anak.

Pernikahan di Korsel menurun selama pandemi. Jumlah bayi yang baru lahir pun turun 10 persen pada 2020. Meskipun pernikahan dan kelahiran meningkat setelah ekonomi dibuka kembali, tingkat kesuburan hampir tidak berubah.

Selain itu, penurunan angka pernikahan dan jumlah bayi baru lahir disinyalir terjadi akibat lonjakan harga rumah sebesar 80 persen selama 10 tahun terakhir.

Survei pemerintah Korsel pada 2023 menunjukkan 40 persen responden menyebutkan beban keuangan membesarkan anak dan biaya perumahan yang tinggi sebagai alasan untuk tidak memiliki anak atau menambah anak.

Bukan hanya itu, mahalnya biaya pendidikan, terutama swasta, menekan lebih dalam penurunan populasi di Korsel. Apalagi, pendidikan swasta di Korsel menghabiskan 12 persen pengeluaran rumah tangga, lebih banyak dari beban untuk kebutuhan pokok atau makanan.

Pemerintah Korsel pun memproyeksikan populasi akan mulai menurun pada 2024, yang akhirnya turun sepertiga selama 40 tahun berikutnya. Populasi pekerja pun akan berkurang setengahnya pada tahun 2065. (Korea Herald/Morgan Stanley)

Trending

Update News