Trump Condong Bela Rusia Demi 300 Miliar Dolar

Donald Trump dan Vladimir Putin bertemu di Helsinki, Finlandia, 16 July 2018. Foto: Mikhail Metzel/TASS
FAKTA.COM, Jakarta - Presiden Donald Trump berulang kali menyatakan akan mengakhiri perang Rusia-Ukraina. Dia juga berjanji akan menemui Presiden Rusia, Vladmir Putin, untuk melakukan negosiasi yang bisa menyelesaikan perang, sekaligus merehabilitasi hubungan AS-Rusia.
Trump, terutama, berharap mengembalikan hubungan bisnis dan relasi ekonomi dengan Moskow. Pasalnya, kekayaan alam dan pasar Rusia sangat diharapkan sejumlah perusahaan AS.
Apalagi, selama kepemimpinan Joe Biden, AS menarik semua lini bisnisnya karena adanya sanksi yang diterapkan terhadap Rusia usai meletus perang kedua Ukraina-Rusia pada 2022.
"(Trump) mengharapkan sejumlah perusahaan Amerika untuk kembali ke pasar Rusia pada kuartal kedua tahun 2025,” ujar CEO of the Russian Direct Investment Fund, Kirill Dmitriev, seperti dikutip media pemerintah Rusia, Rabu (19/2/2025).
Dmitriev menjelaskan bahwa hubungan kurang harmonis AS-Rusia selama pemerintahan Joe Biden, membuat perusahaan-perusahaan AS kehilangan US$300 miliar atau sekitar Rp4.910 triliun setelah hengkang dari pasar Rusia sejak perang Rusia-Ukraina dimulai dan sanksi ekonomi terhadap Rusia diterapkan.
"Ada kerugian ekonomi yang sangat besar pada banyak negara, dan kita menjadi tahu apa yang terjadi saat ini. Kami percaya bahwa Amerika nantinya mampu menjadi solusi,” ujar Dmitriev yang mengikuti pertemuan perwakilan AS-Rusia di Riyadh, Arab Saudi, Selasa (18/2/2025).
Dmitriev merupakan bankir teman puteri Trump. Tak heran jika ia begitu optimistis dengan langkah Trump yang ingin cepat-cepat menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina agar ekonomi AS bisa agresif lagi di Eropa Timur.
“Kami benar-benar melihat bahwa presiden Trump dan timnya sebagai pemecah masalah, dimana orang-orang yang telah mengatasi sejumlah tantangan besar dengan cepat, efisien dan juga harus berhasil,” ujar Dmitriev.
Setelah adanya sanksi dari Barat, Rusia memang dilanda krisis. Namun, Kremlin kemudian mengklaim bergerak cepat untuk menghindari gejolak ekonomi atas pembatasan itu dan menginstruksikan agar produsen dalam negeri mengambil alih pasar domestik yang sebelumnya dikuasai beberapa perusahaan internasional besar, termasuk dari AS.
Namun, untuk mendapatkan kesempatan itu, Rusia menawarkan beberapa syarat. Setidaknya, Moskow meminta AS untuk menolak keanggotaan NATO bagi Ukraina.
Syarat itu pun sepertinya dipenuhi AS. Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, beberapa hari lalu, menegaskan kepada sekutu NATO bahwa kemungkinan Ukraina menjadi anggota merupakan sesuatu yang mustahil. Selain itu, AS juga berpandangan bahwa wilayah yang sudah beralih ke Rusia tidak mungkin dikembalikan kepada Ukraina. (Euronews/TASS/Sputnik/NYPost)