Iwakum Kecam Doxing: Merusak Integritas Wartawan

Ilustrasi Kekerasan terhadap Jurnalis. (Putut Pramudiko/Fakta.com)

FAKTA.COM, Jakarta - Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) mengecam segala bentuk penyebarluasan informasi pribadi secara publik atau doxing terhadap profesi wartawan.

Sekjen Iwakum, Irfan Kamil, berpandangan praktik doxing dalam feeds Instagram @greschinov terhadap jurnalis Bisnis Indonesia, Ni Luh Anggela mengandung unsur pencemaran nama baik terhadap wartawan dan perusahaan pers.

Dalam unggahan tersebut, pelaku membuat narasi dengan menuduh wartawan Bisnis Indonesia telah memproduksi produk jurnalistik dengan data yang dimanipulasi lantaran mengklaim mencari data di Badan Pusat Statistik (BPS) tidak ada. 

Empat Jurnalis Kembali Gugur di Gaza, Total Korban 147 orang

Pelaku turut mengunggah identitas penulis dalam postingannya. Tindakan tersebut diduga melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE).

Kamil menegaskan, pengolahan berita oleh seorang wartawan dilakukan dengan penuh tanggung jawab terhadap Kode Etik Jurnalistik.

“Tindakan doxing oleh seseorang dapat merusak integritas wartawan dan media tempat bernaung,” ujar Kamil, saat dihubungi Fakta, Kamis (27/6/2024).

Dilarang RUU Penyiaran, Wapres: Jurnalisme Investigasi Hak Publik

Kamil menjelaskan, proses kerja jurnalistik untuk menghimpun informasi dan mengolahnya menjadi berita mengacu pada kaidah jurnalistik dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 

“Dan pengolahan beritanya itu berlapis, double confirmation itu pasti dilakukan. Sebelum produk jurnalistik itu tayang, artinya sudah melalui mekanisme redaksi yang sesuai dengan kaidah jurnalistik,” papar Kamil.

Undang-Undang Pers merupakan lex specialis terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sehingga, apabila terdapat suatu permasalahan yang berkaitan dengan pemberitaan, peraturan yang digunakan adalah Undang-Undang Pers. 

2023, Tahun Kelam bagi Jurnalis di Dunia

Selain itu, dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya, wartawan tidak dapat dihukum dengan menggunakan KUHP sebagai suatu ketentuan yang umum atau lex generali.

Namun demikian, dalam menjalankan aktivitas, seorang wartawan bisa saja bertindak lalai dan berbuat salah. Kesalahan dalam pemberitaan bisa saja merugikan pihak lain. 

“Ada mekanisme yang bisa ditempuh jika seorang wartawan melakukan kekeliruan, karena profesi ini dilindungi Undang-Undang Pers yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Apabila terjadi suatu permasalahan, yang harus dilakukan adalah merunduk pada Undang-Undang Pers tersebut,” tutur Kamil.

Jurnalis Kembali Gugur di Gaza, 141 Jurnalis Sudah jadi Korban Serangan Israel

Kekeliruan ini dapat terjadi lantaran ketidakhati-hatian dalam mengolah informasi. Namun, penyelesaian ini dapat ditempuh melalui hak jawab dan hak koreksi.

“Artinya jika wartawan keliru dalam proses penyajian berita, maka ada mekanisme yang bisa dilakukan untuk memperbaiki informasi tersebut. Tindakan doxing hanya akan menyudutkan wartawan dan mengkerdilkan kepercayaan masyarakat terhadap pers,” kata Kamil.

Mekanisme apabila terjadi kekeliruan dalam berita yang dituliskan oleh wartawan adalah menghubungi wartawan itu sendiri, bisa melalui Instagram, Linkedin, atau media sosial lain. Apabila tidak memiliki kontak wartawannya, maka bisa menghubungi perusahaan media yang menaungi wartawan tersebut.

Kamil menyampaikan, wartawan hukum yang merasa diintimidasi atau dikriminalisasi, dapat mengajukan pendampingan advokasi kepada Iwakum jika diperlukan. 

“Iwakum membuka advokasi untuk teman-teman wartawan jika memang merasa ada kriminalisasi, merasakan di-doxing, apalagi ia merasakan ancaman saat menjalankan profesi jurnalisme itu maka kami akan langsung mengadvokasi, memetakan apa permasalahan yang terjadi, dan akan memfasilitasi,” pungkas Kamil.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//