Telegram Jadi Sarang Kejahatan Seks Digital di Korsel, Bagaimana Mulanya?

Ilustrasi Deepfake

FAKTA.COM, Jakarta- Telegram merupakan aplikasi perpesanan yang populer di Korea Selatan karena privasinya. Namun, keamanan yang diberikan aplikasi ini justru menjadikannya sarang kejahatan seks dunia maya.

Negara Ginseng ini memiliki sejarah unik dengan aplikasi Telegram, layanan perpesanan menjadi pilihan dikarenakan adanya isu pemantauan dari pemerintah. Warga Korea beralih ke Telegram sekitar 10 tahun lalu karena kekhawatiran pemantauan pemerintah, menurut laporan media Hankyoreh, dilansir pada Kamis (29/8/2024).

Pada 2014, di bawah pemerintahan Park Geun-hye, jaksa mulai memantau aplikasi pesan seperti KakaoTalk untuk memerangi "disinformasi online", sehingga banyak pengguna beralih ke Telegram demi privasi. 

Kejahatan Seks Deepfake Meningkat di Kalangan Remaja Korsel

Gelombang kedua terjadi pada 2016 setelah Undang-Undang Kontra Terorisme disahkan, dimana pemerintah dan Badan Intelijen Nasional mengawasi aplikasi pesan domestik.

Kekhawatiran tentang pelanggaran privasi oleh penegak hukum membuat pengguna Telegram di Korea Selatan meningkat pesat. Menurut Mobile Index Insight, pada bulan April, Telegram memiliki 3 juta pengguna aktif bulanan, menjadi aplikasi kedua terpopuler setelah KakaoTalk. 

Telegram dipilih karena dikenal dengan keamanannya yang kuat, termasuk obrolan rahasia dengan enkripsi end to end yang hanya bisa dibaca oleh pengirim dan penerima. Namun, keamanan Telegram yang kuat harus dibayar mahal. Kasus Nth Room, sebuah kasus kriminal yang melibatkan perdagangan seks siber melalui Telegram, menyoroti risiko tersebut.

Kepolisian Nasional Korea kesulitan dalam menyelidiki kasus Nth Room dikarenakan Telegram tidak mau bekerja sama. Ketika Telegram tidak mau bekerja sama, polisi menggunakan bukti dari platform lain, termasuk Twitter, Facebook, dan operator pertukaran mata uang virtual, untuk menangkap Cho Ju-bin dan pelaku lainnya.

Waspada! Rekayasa Video Deepfake Semakin Canggih

Pada Mei 2024, terungkap kasus distribusi pornografi deepfake ilegal melalui Telegram oleh lulusan Universitas Nasional Seoul (SNU). Mereka menggunakan teknologi deepfake untuk membuat video eksplisit dari foto mantan teman sekelas dan menyebarkannya di Telegram.

Awalnya, polisi tidak menanggapi laporan korban karena kesulitan mengakses server Telegram yang berbasis di luar negeri. Namun, investigasi oleh korban dan aktivis berhasil mengidentifikasi pelaku dan memicu penyelidikan polisi. 

Sejak itu, lebih banyak kasus serupa ditemukan, dengan saluran Telegram digunakan untuk berbagi gambar palsu wanita dari lebih dari 70 universitas di seluruh dunia. 

Diselidiki atas Pornografi Anak, CEO Telegram Ditahan di Prancis Hingga Rabu

Penangkapan pendiri Telegram, Pavel Durov, di Bandara Bourget, Prancis, Sabtu (24/8/2024), mengakibatkan layanan Telegram tersebut terancam ditutup. Dengan adanya isu penutupan telegram ini, akan berdampak pada kasus perdagangan seks siber di Korea Selatan hingga ke akar-akarnya.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//