Jejak Kasus Harun Masiku, 4 Tahun Masih Buron

Foto: Gedung KPK.

FAKTA.COM, Jakarta - Empat tahun ini nama Harun Masiku ramai diperbincangkan. Dia menjadi buron kasus dugaan suap terhadap seorang komisioner KPU terkait proses pergantian antar waktu.

Kasus ini berawal saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan menangkap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan dan tujuh pihak lainnya.

Dari OTT tersebut, KPK menetapkan empat tersangka pada 9 Januari 2020. Mereka adalah Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina (penerima suap), Harun Masiku dan Saeful Bahri (pemberi suap).

Namun, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.

Foto: Dok antikorupsi.org Foto: Dok antikorupsi.org

Sementara Wahyu Setiawan tengah menjalani bebas bersyarat dari pidana 7 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.

Agustiani Tio Fridelina divonis hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan.

Saeful Bahri divonis dengan pidana 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan.

Sebagai informasi, Harun asiku maju jadi caleg dari PDIP pada Pemilu 2019 untuk Dapil Sumatra Selatan I. Namun dia gagal lolos ke Senayan.

Caleg yang akhirnya terpilih adalah Nazarudin Kiemas. Namun Nazarudin meninggal 17 hari sebelum Pemilu digelar.

Foto: Dok antikorupsi.org Foto: Dok antikorupsi.org

Mengacu pada Undang-Undang Pemilu, apabila seorang caleg terpilih meninggal, maka penggantinya adalah caleg peraih suara terbanyak kedua dari partai dan dapil yang sama dengan caleg yang meninggal tersebut.

Dengan demikian, pengganti seharusnya adalah Riezky Aprilia, yang memperoleh suara terbesar kedua setelah Nazarudin.

Salah satu pengurus DPP PDIP meminta kuasa hukum partai berinisial Don menguji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019.

Gugatan itu kemudian dikabulkan MA pada 19 Juli 2019, yang memutus bahwa partai politik berhak menentukan suara dan penggantian antarwaktu (PAW).

Kemudian PDIP mengajukan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin. Namun, KPU tidak mengabulkan permintaan itu dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin pada 31 Agustus 2019.

Agar Harun bisa menjadi PAW, Saeful Bahri menghubungi Agustiani Tio Fridelina orang kepercayaannya yang juga mantan anggota Bawaslu.

Agustiani lantas berkomunikasi dengan Wahyu Setiawan. Dari komunikasi tersebut, Wahyu menyanggupi membantu, dan meminta dana operasional Rp900 juta. Pemberian uang dilakukan dua kali yakni pada pertengahan dan akhir Desember 2019.

Pada tahap pertama, salah satu sumber dana memberikan Rp400 juta untuk Wahyu melalui Agustiani, Donny, dan Saeful.

Setelah itu, Wahyu menerima uang lagi dari Agustiani Rp200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Akhir Desember 2019, Harun Masiku memberikan uang Rp850 juta kepada Saeful lewat staf di DPP PDIP. Kemudian Saeful memberikan uang Rp150 juta kepada Donny.

Sisanya Rp700 juta yang masih di Saeful kemudian dibagikan kepada Agustiani sebesar Rp450 juta. Dari jumlah tersebut Rp250 juta untuk operasional.

Pada 7 Januari 2020, Rapat Pleno KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW, dan tetap pada keputusan awal.

Wahyu kemudian menghubungi Donny. Dia menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan Harun menjadi PAW.

Pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta sebagian uangnya di Agustiani. Namun saat itu, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//