Ironi PPP, Hanya Raih 3,87 Persen Suara, Gagal ke Senayan untuk Pertama Kali

Foto: ppp.or.id

FAKTA.COM, Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) gagal melaju ke Senayan pada Pemilu 2024 ini.

Partai berlambang Kakbah ini tidak memenuhi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), PPP hanya memperoleh suara 5.878.777 dari total keseluruhan 164.227.475 suara sah nasional. Artinya, PPP hanya memperoleh 3,873 persen suara. 

Sah, Pemilu 2024 Satu Putaran, Presiden Apresiasi Kinerja KPU

Sementara dalam UU No 7/2017 tentang Pemilu, parpol yang gagal meraih paling sedikit 4 persen suara sah nasional tidak dapat lolos ke ke parlemen.

Kegagalan PPP menempatkan wakilnya di parlemen pada tahun ini menjadi yang pertama kali sejak mengikuti Pemilu 1973 lalu.

Sebagai informasi, PPP sudah mengikuti Pemilu sejak 1973 lalu. Dibandingkan partai lainnya, PPP sudah cukup lama berkecimpung di dunia politik.

Pengamat Politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Firman Manan menilai tergerusnya suara PPP memang sudah terjadi sejak Pemilu 2019.

Saat itu, lanjut Firman, suara PPP sedikit di atas ambang batas parlemen yakni 4,5 persen.

"Kita lihat tren suara PPP itu memang sudah mengalami penurunan kalau kita lihat 2019 itu 4,5 persen, sedangkan Pemilu sebelumnya 6,5 persen," kata Firman saat dihubungi Fakta.com, Kamis (21/3/2024).

Dengan fenomena tersebut, Firman menilai ada problem yang dialami PPP, salah satunya dari sisi internal partai.

Pasangan AMIN Gugat Proses dan Hasil Pemilu ke Mahkamah Konstitusi

"Ini kan soal strategi misalnya PPP itu bagaimana pun dilihat sebagai partai Islam, sementara ceruk partai Islam ada partai-partai lain," tandas Firman.

Sementara di Indonesia, kata Firman, ceruk partai islam terbagi. Yang paling dekat irisannya dengan PPP, lanjut Firman, adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

"Kalau kita lihat sebaliknya, PKB itu naik walaupun sedikit tetapi di beberapa wilayah termasuk Jabar cukup lumayan kenaikannya. Jadi PPP sebagai partai Islam kurang berkmpetesi dengan partai Islam lain," kata Firman.

Problem kedua, lanjut Firman, adalah ceruk pemilih. Menurut Firman, pemilih pada Pemilu 2024 didominasi anak muda. Sementara PPP, kata dia, identik dengan orang tua.

"Nah saya pikir itu juga problematik, seharusnya kampanye itu diarahkan pada segmen pemilih muda. Ini juga yang menjadi masalah. PPP kesulitan masuk ke ceruk itu padahal itu ceruk mayoritas," jelas Firman.

KPK, Kejaksaan dan Klaim Penanganan Perkara Fraud LPEI

Yang terakhir, lanjut Firman, terkait dengan pilihan pengusungan pada pilpres. Karena PPP mengusung Ganjar-Mahfud dan hasilnya tidak optimal, partai tersebut terkena imbasnya.

"Polanya biasa kita sebut coattail effect, kalau kemudian kandidat presiden itu mendapatkan suara siginifikan, dia akan memberikan efek ekor jas kepada partai pendukung," kata Firman.

Namun, lanjutnya, karena hasilnya tidak optimal, kondisi itu juga berpengaruh pada PPP. Selain itu, kata dia, problem ideologis juga cukup berpengaruh.

"Bagaimana pun Ganjar Pranowo figur nasionalis sementara PPP itu partai Islam, sehingga kelihatannya terjadi migrasi pemilih," tutup Firman.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//