Demokrat Gabung Jokowi, Pengamat: Dalam Politik, yang Abadi Hanya Kepentingan

Agus Harimurti Yudhoyono. (Foto: Partai Demkrat)

FAKTA.COM, Jakarta - Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengakhiri jalan panjang Partai Demokrat sebagai oposisi hampir 10 tahun terakhir.

Di akhir kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), putra sulung Presiden ke-6 RI Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu resmi masuk Kabinet Indonesia Maju.

Kemarin, Rabu (21/2/2024), AHY dilantik sebagai Menteri ATR/BPN menggantikan Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto yang berpindah posisi menjadi Menko Polhukam.

Masuknya AHY ke pemerintahan Jokowi memantik reaksi beragam. Banyak warganet yang menguliti masa lalu SBY saat menjadi oposisi.

Mengenal AHY, Putra Presiden ke-6 RI yang Kini Jadi Menteri

Sejumlah pernyataan SBY yang dulu kritis terhadap Jokowi pun diungkit kembali. Akun @Boediantar4 di media sosial X misalnya, mengunggah foto sampul buku 'Pilpres 2024 & Cawe-cawe Presiden Jokowi' karya SBY.

Dalam unggahan fotonya, akun itu menuliskan kalimat:

SBY: Memprotes cawe-cawe pilpres presiden lewat buku, Memprotes majunya Gibran sebagai cawapres, tapi Akhirnya anaknya malah jadi menteri.

Sebagai informasi, SBY menerbitkan buku tersebut untuk para kader Partai Demokrat pada 18 Juni 2023. Isinya mengkritik sikap Jokowi yang ikut cawe-cawe politik jelang Pilpres 2024.

BI Bisa Pangkas Suku Bunga Asal Kondisi Ini Terpenuhi

Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Firman Manan menilai, karakter politisi di Indonesia memang terlihat lebih pragmatis dibanding ideologis.

"Jadi perubahan seperti ini kan tidak hanya terjadi pada SBY dan AHY. Kalau ditanya apakah akan berpengaruh saya pikir publik kita semua sudah agak terbiasa juga dengan pola-pola politisi seperti ini," kata Firman kepada fakta.com, Kamis (22/2/2024).

Meski menyayangkan pola-pola pragmatis di kalangan politisi, menurut Firman kondisi tersebut tidak bisa terhindarkan karena masing-masing memiliki kepentingan.

"Demokrat punya kepentingan, presiden punya kepentingan, dan akhirnya kepentingannya dipertemukan. Lagi-lagi ini memang adagium lama dalam politik, tidak ada musuh yang abadi, tidak ada teman yang abadi, yang ada cuma kepentingan abadi," tandas Firman.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//