BSSN Klarifikasi Data INAFIS yang Bocor di Dark Web

Kepala BSSN Hinsa Siburian (Dok. Fakta)

FAKTA.COM, Jakarta - Data Indonesia Automatic Finger Indentification System (INAFIS) milik Kepolisian Republik Indonesia (Polri) disebut-sebut menjadi salah satu yang bocor dari serangan cyber di Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2.

Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen TNI Hinsa Siburian mengklarifikasi hal ini. Ia menjelaskan, berdasarkan hasil koordinasi dengan POLRI, didapatkan fakta bahwa data tersebut merupakan data lama yang tidak terbarui.

"Ini sudah kami konfirmasi dengan kepolisian, kata mereka itu adalah data-data lama mereka yang diperjualbelikan di dark web," kata Hinsa dalam konferensi pers di Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin (24/6/2024).

Menurutnya, saat ini pihaknya masih berkoordinasi dengan Polri karena pernyataan tersebut masih berupa hasil koordinasi sementara. Koordinasi lanjutan dibutuhkan untuk mendapatkan kejelasan mengenai dugaan kebocoran data itu.

Meski ada dugaan kebocoran data INAFIS, ia memastikan bahwa sistem Polri saat ini tidak mengalami gangguan, dan berjalan dengan baik. Pihaknya memastikan bahwa kebocoran data tersebut tidak terkait dengan adanya serangan virus cyber pada PDNS 2.

"Kita yakinkan bahwa sistem mereka berjalan dengan baik," ujarnya.

Baca Juga: Menkominfo: Penyerang Server PDN Minta Tebusan Rp 131 miliar

Baca Juga: BSSN: Server Pusat Data Nasional Diserang Ransomware Jenis Baru

Adapun informasi mengenai dugaan kebocoran data INAFIS pertama kali mencuat melalui platform media sosial X, dikutip dari ANTARA.

Salah satu akun X yang membahas dugaan kebocoran data INAFIS itu ialah @FalconFeedsio. Dalam unggahan FalconFeedsio diketahui data INAFIS tersebut dijual oleh peretas bernama MoonzHaxor di situs dark web BreachForums yang diduga terjadi pada Sabtu (22/6/2024).

Secara singkat peretasan itu dijelaskan mengandung data-data sensitif seperti gambar sidik jari, alamat email, dan aplikasi SpringBoot dengan beberapa konfigurasi. Data tersebut dijual oleh MoonzHaxor seharga 1000 dolar AS (setara Rp16,3 juta).

Selain INAFIS, terbaru FalconFeedsio juga menemukan bahwa peretas yang sama juga turut menjual data dari Badan Intelijen Strategis (BAIS).

Peretasan ini dinilai menjadi dugaan peretasan kedua yang dialami oleh BAIS setelah pada 2021 kondisi serupa pernah terjadi. Namun saat itu peretasan dilakukan oleh sekelompok peretas dari China.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//