Upaya Pemerintah Tekan Risiko Karhutla

Oleh Arie Dwi Budiawati - fakta.com
15 September 2023 07:25 WIB
Ilustrasi hutan terbakar. (Foto: Dokumen Pixabay)

FAKTA.COM, Jakarta – Puncak musim meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Pemerintah pun menempuh sejumlah cara untuk menekan risiko karhutla.

Mengutip dari laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jumat (15/9/2023), Tenaga Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Bidang Manajemen Landscape Fire, Raffles B. Panjaitan, mengatakan puncak kemarau diprediksi jatuh pada Agustus—September 2023.

“Bulan September ini, cuaca untuk wilayah Indonesia masih sangat panas. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab munculnya karhutla,” kata Rafles.

Cegah ISPA Akibat Polusi, Pemerintah Dorong Masyarakat Pakai Masker

Untuk menekan risiko kebakaran hutan dan lahan, pemerintah sudah melakukan upaya mitigasi, seperti mengelola kawasan hutan dengan membuat ilaran, sekat bakar, dan sekat kanal, mengembangkan hutan kemasyarakatan, serta mengembangkan sistem peringatan dini kebakaran hutan. Raffles melanjutkan, ada juga pelatihan penanggulangan bencana bagi masyarakat dan pengembangan inovasi pengendalian karhutla kebakaran hutan.

“Upaya yang dilakukan tersebut sangat mengurangi potensi kerawanan karhutla dengan kondisi cuaca karena dampak El Nino seperti tahun 2015 dan 2019,” kata dia.

Raffles melanjutkan usaha tersebut harus dilakukan oleh banyak pihak, termasuk pemerintah daerah, organisasi non pemerintah, dan masyarakat untuk memperkecil risiko dan dampak karhutla.

Luas Karhutla di Indonesia Naik

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dibandingkan dengan Januari-Agustus 2022, luas karhutla di Indonesia naik 128.426,47 hektare (ha). Wilayah konvensional rawan karhutla di Riau turun 1.592 ha, Sumut 4.525 ha, dan Jambi 445 ha.

Kebakaran hutan pada tahun ini terjadi di kawasan hutan wilayah kelola LHK seluas 135.115,68 ha dan wilayah nonkelola LHK 132.819,91 ha.

Ada enam provinsi yang memiliki luas karhutla tertinggi, yaitu Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Papua Selatan, dan Jawa Timur.

Jurus Pemerintah Tangani Polusi Udara di Jakarta

1. Kalimantan Barat

Kebakaran terjadi di kawasan hutan seluas 1.438,69 ha (mayoritas hutan lahan kering sekunder) dan 52.964,12 ha di area non hutan (pertanian lahan kering/campur, perkebunan, belukar, dan lain-lain).

2. Nusa Tenggara Timur

Total karhutla di wilayah ini seluas 50.396,79 ha. Mayoritas terjadi di wilayah nonhutan seluas 48.166,2 ha, terutama di lahan belukar serta lahan pertanian kering dan campur.

3. Nusa Tenggara Barat

Karhutla di provinsi tersebut mencapai 26.453,82 ha. Sebagian besar kebakaran terjadi di areal non hutan seluas 26.142,12 ha yang didominasi pertanian lahan kering, belukar, dan sawah.

4. Kalimantan Selatan

Total karhutla di Kalimatan Selatan mencapai 24.588,89 ha. Sebagian besar terjadi di area non hutan seluas 24.456,3 ha, terutama di belukar, sawah, perkebunan, dan pertanian lahan kering.

Selain Kendaraan Bermotor, PLTU Juga Jadi Penyebab Polusi di Jabodetabek

5. Papua Selatan

Karhutla di Papua Selatan mencapai 22.121,31 ha. Sebagian besar terjadi di lahan non hutan seluas 21.813,59 ha, termasuk di belukar, rawa, dan tanah terbuka.

6. Jawa Timur

Mayoritas karhutla terjadi di area hutan seluas 18.780 ha dan non hutan 5.867,04 ha (sebagian besar di lahan sawah, pertanian lahan kering, belukar, dan lain-lain).

Kemudian, luas karhutla di area tidak berhutan, didominasi oleh area bervegetasi (93,1%). Di sana ada sabana/padang rumput yang seluas 74 ribu ha. Penutupan lahan belukar merupakan total dari kelas penutupan lahan belukar, belukar rawa, dan sabana.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//