Pulau Rupat dan Persoalan Pasir Laut di PP 26/2023

Penghentian permanen penambangan pasir di Pulau Rupat, Riau. (KKP)

FAKTA.COM, Jakarta - Pemerintah terus berupaya meyakinkan berbagai kalangan untuk tak khawatir atas kehadiran PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sendimentasi Laut. Kali ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengambil contoh soal penambangan pasir di Pulau Rupat, Riau.

Dalam siaran pers, Rabu (21/6/2023), KKP baru menghentikan secara permanen kegiatan pasir di Pulau Rupat. Menurut Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya KKP Laksda TNI Adin Nurawaluddin, langkah tersebut merupakan respon terhadap aksi puluhan nelayan Suka Damai di Beting Aceh dan Pulau Babi, Rupat Utara yang menuntut penyelamatan Pulau Rupat dari ancaman tambang pasir laut.

Dari tindakan itu, Adin menyatakan, penerbitan PP 26/2023 ini salah satunya untuk mengantisipasi kasus-kasus seperti di Pulau Rupat supaya tidak terjadi lagi. "Sehingga, PP tersebut lokasi tambang sedimen hanya dapat ditentukan berdasarkan tim ahli," tutur Adin.

Sebelum penghentian permanen penambangan pasir di Pulau Rupat, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono pernah menyebutkan bahwa pengelolaaan sedimentasi usai terbitnya PP Nomor 26/2023 adalah bertujuan melindungi ekologi untuk menjaga keberlanjutan ekosistem. 

Hal ini diwujudkan dengan strategi pengawasan yang ketat melalui patroli Kapal Pengawas Kelautan dan Perikanan yang terintegrasi dengan teknologi satelit supaya tidak akan ada lagi kegiatan tambang yang merusak kelestarian laut.

Ekspor Pasir Laut Jangan Semrawut

Adin pun menjelaskan, sebelum ada PP 26/2023, pasir dianggap sebagai salah satu materi pertambangan. Nah, dengan adanya PP 26/2023, penambangan seperti di Pulau Rupat menjadi tidak diperbolehkan selamanya.

"Karena di lokasi tersebut tidak mungkin ditetapkan sebagai lokasi sendimen karena merupakan pulau-pulau kecil terluar yang dilindungi," kata Adin menambahkan.

Tambahan informasi, KKP telah menyegel kapal penambang pasir PT LMU dan melakukan paksaan pemerintah dengan menghentikan kegiatan penambangan dan pengangkutan pasir laut di Pulau Babi, Beting Aceh dan Pulau Rupat karena diduga menyebabkan kerusakan ekosistem di sekitarnya pada akhir Februari 2022.

"Kami sudah bentuk tim ahli ekosistem pesisir dan laut untuk kasus yang ada di Rupat. Hasil analisa terhadap kerusakan yang terjadi di perairan Pulau Rupat, memang benar bahwa 25% kerusakan disebabkan faktor alam sedangkan 75% sisanya disebabkan faktor tindakan atau kelalaian manusia," papar Adin.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//