Deretan Sektor yang Terpukul Akibat Duet El Nino-IOD

Ilustrasi kekeringan. (Dokumen Pixabay)

FAKTA.COM, Jakarta – Ada beberapa sektor yang terkena dampak lanjutan oleh duet El Nino – Indian Ocean Dipole (IOD) positif. Salah satunya adalah sektor pertanian.

Sekadar informasi, El Nino dan IOD ini merupakan penyebab kekeringan di Indonesia.

Dikutip dari laman Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Kamis (2/11/2023), Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan produksi pangan terancam turun karena siklus tanam terganggu dan berpotensi gagal panen. Kemudian, ketahanan jenis tanaman pun berkurang dan ada ancaman serangan hama.

“Di sektor sumber daya air, situasi ini berakibat pada berkurangnya sumber daya air,” kata Dwikorita.

Kabar Baik, Pemerintah Siapkan BLT El Nino Rp200.000 per Bulan

Sektor perdagangan pun turut terdampak oleh “duet maut” El Nino dan IOD. Harga pangan pun melonjak. Kemudian, terjadi kebakaran hutan dan lahan di sektor kehutanan.

Di sektor energi, kekeringan juga mengurangi jumlah produksi energi yang bersumber dari PLTA. Ada juga risiko kesehatan yang berkaitan dengan sanitasi dan ketersediaan air bersih untuk konsumsi dan kebersihan.

“Bagi daerah yang mengalami karhutla, kondisi ini juga berakibat kepada polusi udara dan memicu terjadi Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA),” kata dia.

Bertahan Sampai Kapan?

Menurut data BMKG, hingga Oktober dasarian II 2023, El Nino Moderat (+1.719) dan IOD positif (+2.104) masih bertahan. El Nino moderat diprediksi masih berlangsung hingga Desember 2023-Februari 2024. IOD positif akan terus bertahan hingga akhir 2023.

Musim Kemarau Kering Akibatkan Air Tanah Menipis

Kemudian, hingga pertengahan Oktober 2023, sebagian wilayah di Pulau Sumatera bagian Selatan, Jawa, Bali - Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi bagian selatan, Maluku serta Papua bagian selatan telah mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) berturut-turut antara 21-60 hari.

HTH kategori ekstrem panjang dengan HTH lebih dari 60 hari terpantau terjadi di wilayah Lampung, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Di Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, Kalteng, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua. Adapun HTH terpanjang tercatat selama 176 hari terjadi di Sumba Timur & Rote Ndao - Nusa Tenggara Timur.

“Situasi ini harus menjadi perhatian kita bersama mengingat sebaran titik panas di Indonesia menunjukkan peningkatan terutama di daerah rawan karhutla,” kata dia.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//