Perubahan APBN Makin Agresif, Ekonom Ingatkan 'PR' Perpajakan Ini

Proses penyusunan APBN antara pemerintah dan DPR. (Dokumen Kementerian Keuangan)

FAKTA.COM, Jakarta - Pemerintah pada 10 November 2023 lalu baru saja merilis Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2023 Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. Beleid tersebut berisi tentang perubahan postur APBN yang lebih agresif ketimbang sebelumnya dalam Perpres 130 Tahun 2022.

Mengutip informasi di laman Kementerian Sekretariat Negara terungkap jika perubahan instrumen fiskal sesuai dengan kesimpulan rapat kerja antara Badan Anggaran DPR, pemerintah, dan Bank Indonesia di pembahasan realisasi APBN semester I dan prognosis semester II.

“Perlu dilakukan perubahan rincian Anggaran APBN 2023 sebagaimana telah diatur dalam peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2022,” tulis beleid tersebut, dikutip Senin (13/11/2023).

Dalam Perpres 75/2023 disebutkan bahwa target pendapatan negara dikerek menjadi Rp2.637,2 triliun dari sebelumnya Rp2.463 triliun. Sementara belanja negara meningkat menjadi Rp3.123,7 triliun dari estimasi awal Rp3.061,2 triliun.

Angka tersebut membuat anggaran anggaran melandai dari sebelumnya Rp598,2 triliun atau 2,84% dari Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi Rp486,4 triliun atau 2,30% PDB.

Membaiknya defisit anggaran membuat pembiayaan utang terpangkas sekitar sepertiga dari Rp696,3 triliun menjadi Rp421,2 triliun.

Pertumbuhan Penerimaan Pajak Semakin Melambat

Menanggapi hal tersebut, Pengamat pajak Universitas Pelita Harapan (UPH), Ronny Bako mengatakan, jika proyeksi peningkatan tersebut sangat mungkin dicapai. Pasalnya kegiatan ekonomi domestik telah cukup pulih pasca tekanan pandemi tiga tahun lalu.

“Walaupun ada tren perlambatan penerimaan pajak yang dipengaruhi oleh penurunan ekonomi global dan harga komoditas, tapi untuk mencapai target yang dinaikan ini masih relevan. Apalagi peredaran barang dan jasa masih tinggi. Kita lihat saja setiap akhir pekan pusat perbelanjaan ramai,” ujarnya saat dihubungi Fakta.com, Senin (13/11/2023).

Meski begitu, Ronny menyoroti soal kesadaran masyarakat yang masih rendah dalam memenuhi kewajiban perpajakan. 

“Perdagangan dan jasa kita laku, daya beli kita cukup tinggi. Hanya saja itu tidak berbanding lurus dengan perpajakan,” imbuhnya.

Secara khusus dia menilai ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Pertama, pemerintah perlu memastikan uang pajak digunakan sesuai dengan fungsinya dalam pembangunan masyarakat dan perekonomian.

“Jadi jangan ada lagi yang bocor-bocor uang pajak, ini bisa mengganggu kepercayaan dari wajib pajak,” tuturnya.

Kedua, pemerintah perlu tegas dalam menerapkan peraturan perpajakan. Hal itu tercermin dari penundaan cukai minuman berpemanis serta cukai plastik yang sedianya diterapkan pada tahun ini. 

Lanjutkan Pembiayaan Utang APBN, Pemerintah Lelang SUN Rp28,5 T

Asal tahu saja, dalam APBN 2023 sebelumnya ditetapkan penerimaan cukai minuman berpemanis Rp3,08 triliun dan cukai plastik Rp980 miliar. Namun, target itu dihapus menjadi Rp0 dalam Perpres 75/2023.

“Kalau mau dikenakan ya kenakan saja sekalian, jangan setengah-setengah. Lalu juga pemerintah harus terlebih dahulu sosialisasikan secara kencang ajak duduk bersama pengusaha,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ronny mengungkapkan jika kenaikan penerimaan pajak mesti dibarengi dengan kejelasan penggunaan anggaran. Sebab, kebijakan yang ditempuh menyangkut kepentingan publik dan bersifat strategis.

“Masyarakat perlu tahu dan pemerintah jujur kenaikan ini untuk apa. Apakah untuk menutup defisit anggaran, menutup utang, atau pembangunan IKN dan ongkos pemilu yang besar,” kata dia.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//