Manufaktur Ekspansif, Selamat Tinggal Isu Deindustrialisasi

FAKTA.COM, Jakarta - Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita membantah kondisi Indonesia dalam deindustrialisasi. Bantahan Agus mengacu pada berbagai data.

Salah satunya Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia. Agus memaparkan, dari data S&P Global, PMI Manufaktur Indonesia bertahan di atas 50 poin dalam 27 bulan terakhir.

Per November 2023, angkanya berada di level 51,7 atau naik 0,8 poin dari posisi akhir 2022 sebesar 50,9. "Ini menandakan (manufaktur) dalam fase ekspansi," kata Agus, Rabu (13/12/2023).

Dari sini, Agus meyakini, performa industri manufaktur bisa kembali maksimal dan memberi kontribusi ke Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 20%. Hingga kuartal III-2023, kontribusi manufaktur ke PDB ada di level 18,75%.

Agus juga merinci, industri pengolahan tumbuh sebesar 5,2% pada kuartal III-2023, atau melampaui pertumbuhan ekonomi yang mencapai 4,94% pada periode yang sama. Belum lagi dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang per November 2023 mencapai 52,43.

"Artinya, industri manufaktur masih berperan penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional," kata Agus.

Di sisi lain, Agus menegaskan komitmen Kemenperin bersama para pemangku kepentingan terkait lainnya akan mewujudkan Industri nasional yang tangguh dan berkelanjutan. Upaya ini misalnya dengan menerapkan praktik-praktik yang mengusung konsep Lingkungan, Sosial, Tata Kelola Perusahaan atau Environmental, Social, Governance (ESG).

"Pasalnya, langkah tersebut sebagai salah satu faktor kunci dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs)," ucap dia.

Dengan begitu, Agus pun yakin kondisi itu bisa meningkatkan daya tarik investor khususnya di sektor industri. "Apalagi, tren pertumbuhan positif menunjukkan bahwa industri kita sudah tangguh atau resilience karena mampu untuk menghadapi kesulitan, menahan guncangan, dengan terus beradaptasi," kata Agus menambahkan.