Kemenperin dan Kementerian ESDM Beda Suara soal Harga Gas

Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif. (Dokumen Kemenperin)

FAKTA.COM, Jakarta - Sektor industri terus mendapat hantaman bertubi-tubi. Mulai dari dampak geopolitik hingga pelemahan nilai tukar rupiah.

Terbaru, sektor industri juga mendapat hantaman dari eksternalitas terkait kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Kondisi ini diungkapkan Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, Rabu (1/11/2023).

"Kebijakan HGBT tidak berjalan dengan baik. Beberapa industri justru membeli harga di atas US$6 per MMBTU, sehingga menurunkan daya saing produk mereka," kata Febri.

Kegelisahan Febri menegaskan perbedaan suara antara Kemenperin dan Kementerian ESDM. Pasalnya, kebijakan HGBT merupakan wewenang Menteri ESDM sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020.

Adapun peraturan itu merupakan perubahan Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

Dampak Pelemahan Rupiah Kian Nyata, Industri Terseok-seok

Pada tahun ini, Menteri ESDM, Arifin Tasrif juga menetapkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri. Aturan ini ditetapkan 19 Mei 2023 dan mencabut Kepmen ESDM Nomor 134.K/HK.02/MEM.M/2021, serta mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Febri menjelaskan, HGBT untuk sektor industri harus terlaksana dengan tepat sesuai peraturan yang berlaku. Sebab, adanya isu kenaikan HGBT akan berpengaruh terhadap daya saing industri.

Perluasan program HGBT itu juga akan berdampak terhadap peningkatan investasi sektor industri di Indonesia karena adanya ketersediaan energi yang kompetitif. "Apalagi, pemerintah fokus untuk terus meningkatkan investasi dan kinerja sektor industri manufaktur karena menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Febri.

Terdampak Gejolak Domestik dan Global, Daya Beli Manufaktur Melemah

Tak hanya itu, Febri juga menggarisbawahi soal pembatasan pasokan gas bumi di bawah volume kontrak. Menurut Febri, hal itu menjadi salah satu kendala dalam penerapan HGBT.

Di sisi lain, Febri mengungkapkan ada industri penerima HGBT yang mendapatkan harga di atas US$6 per MMBTU dan ada sektor industri pengguna yang belum menerima HGBT. Bahkan, kata Febri, Menperin sudah merekomendasikan sektor industri tersebut pada periode April 2021-Agustus 2022.

"Kami mendorong agar kebijakan HGBT bagi sektor manufaktur dapat dijalankan dengan menegakkan aturan-aturannya," kata Febri menegaskan.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//