Antarnegara Bersaing Pajak, G20 Usung International Taxation

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati saat menghadiri G20 Summit New Dehli. (Dokumen Instagram @smindrawati)

FAKTA.COM, Jakarta - Perpajakan menjadi salah satu isu dalam persaingan antar negara. Di sini, cara yang dimainkan adalah menurunkan tarif hingga nol persen.

Kondisi itu membuat negara-negara G20 mendeklarasikan (G20 New Dehli Leaders’ Declaration) International Taxation. Seperti diungkapkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati melalui akun Instagram @smindrawati, Jumat (15/9/2023).

"Persaingan antar negara dengan menurunkan tarif pajak bahkan hingga nol persen - telah menimbulkan dampak race to the bottom yang makin menggerus basis pajak," tulis Sri Mulyani.

APBN Masih Surplus, Penerimaan Pajak Terus Melambat

Menurut Sri Mulyani, semua negara membutuhkan penerimaan negara dari pajak, untuk membiayai kebutuhan negaranya. Mulai dari membangun infrastruktur, pendidikan, kesehatan, kekuatan militer untuk pertahanan keamanan, hingga menjelajah ruang angkasa.

Dalam unggahannya itu, Sri Mulyani menjelaskan, Deklarasi G20 Leaders - India menyatakan pentingnya membangun sistem perpajakan internasional yang fair (adil), sustainable dan modern sesuai kebutuhan perkembangan ekonomi di abad 21 ini.

Selain itu, penyelesaian dan pelaksanaan prinsip Dua Pilar (two pilar International tax package) yaitu prinsip perpajakan yang adil antara negara/yuridiksi melalui Multilateral Convention sebelum akhir 2023. Serta Prinsip Kedua yaitu pencegahan race to the bottom dengan penerapan minimum taxation agreement sangat penting namun sulit disepakati.

Sementara itu, kata Sri Mulyani, globalisasi dan ekonomi digital membuat perusahaan beroperasi tanpa mengenal batas negara. "Ini menimbulkan kompleksitas dan tantangan pemungutan pajak antar negara yang adil dan efektif," katanya.

"Para Menteri Keuangan G20 berjuang dan bersaing untuk menjaga kepentingan menjaga penerimaan pajak negaranya masing-masing, namun pada saat yang sama harus bekerjasama untuk mencegah penghindaran pajak global," kata Sri Mulyani melanjutkan.

Sri Mulyani pun menegaskan, Indonesia harus tidak lengah dan menguasai diplomasi perpajakan internasional dengan kompeten dan piawai dalam negosiasi.

Tiga Hasil Ekonomi KTT ke-43 ASEAN, Salah Satunya Bernilai US$38,2 Miliar

"Kita harus membangun institusi pajak yang handal, dipercaya, profesional dan bersih dari korupsi. Kerjasama dan sekaligus persaingan dunia ini harus kita kelola dan menangkan..! Kuasai ilmu, isue, dan paham politik global untuk menjaga kepentingan negeri kita."

Penerimaan Pajak

Hingga Juli 2023, pendapatan negara mencapai Rp1.614,8 triliun. Catatan ini tumbuh 4,1% atau setara 65,6% terhadap APBN. Seperti sebelum-sebelumnya, sebagian besar pendapatan negara berasal dari penerimaan perpajakan.

Mengutip APBN Kita, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp1.258,9 triliun. Angka ini tumbuh 3,73% secara year on year (yoy).

Secara rinci, penerimaan perpajakan itu terdiri dari penerimaan pajak Rp1.109,1 triliun (64,56% dari target), atau tuumbuh 7,84%. Kemudian penerimaan kepabeanan dan cukai Rp149,78 triliun (49,4% dari target), atau turun 19,07%.

Sri Mulyani pernah menyampaikan, laju pertumbuhan penerimaan pajak mengalami normalisasi. "Karena harga komoditas mengalami normalisasi dan pertumbuhan ekonomi dunia melambat dan mempengaruhi kinerja ekspor," ujarnya.

Dia pun meyakini, pertumbuhan penerimaan pajak tak setinggi tahun lalu. Bahkan, dia berpesan agar waspada karena dari pertumbuhan secara bulanan justru negatif.

"Ini adalah koreksi untuk menuju normalisasi," kata Sri Mulyani menambahkan.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Jobs
//